Andhi diduga memanfaatkan jabatannya untuk menjadi makelar, memfasilitasi pengusaha, dan menerima gratifikasi sebagai balas jasa.
Sebagai broker, tersangka Andhi Pramono diduga menghubungkan antarimportir untuk mencarikan barang logistik yang dikirim dari wilayah Singapura dan Malaysia, di antaranya menuju ke Vietnam, Thailand, Filipina, dan Kamboja.
Baca Juga:
Polisi Ungkap Motif Ivan Sugianto Paksa Siswa SMA Sujud-Menggongong
Dari rekomendasi dan tindakan yang dilakukannya, tersangka Andhi diduga menerima imbalan sejumlah uang sebagai bentuk bayaran (fee).
Rekomendasi yang dibuat dan disampaikan tersangka Andhi Pramono itu diduga menyalahi aturan kepabeanan, termasuk para pengusaha yang mendapatkan izin ekspor dan impor diduga tidak berkompeten.
Siasat tersangka Andhi Pramono menerima bayaran tersebut, salah satunya melalui transfer uang ke beberapa rekening bank dari pihak-pihak kepercayaannya yang merupakan pengusaha ekspor impor dan pengurusan jasa kepabeanan.
Baca Juga:
Sempat Kaget Waktu Ditangkap, Kejagung Jebloskan Ronald Tannur ke Rutan
Penerimaan gratifikasi tersebut diduga terjadi pada rentang waktu 2012-2022, yang saat itu Andhi Pramono menduduki beberapa posisi, mulai dari penyidik pegawai negeri sipil (PPNS) hingga pejabat eselon III di Direktorat Jenderal (Ditjen) Bea dan Cukai Kementerian Keuangan dengan posisi terakhirnya sebagai Kepala Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai (KPPBC) Makassar.
Dugaan penerimaan gratifikasi oleh tersangka Andhi Pramono itu hingga kini tercatat sekitar Rp28 miliar dan masih terus dilakukan penelusuran lebih lanjut. Uang hasil korupsi tersebut diduga digunakan tersangka Andhi untuk belanja keperluan pribadi dan keluarganya.
Kemudian, dalam kurun waktu tahun 2021 dan 2022, Andhi diduga melakukan pembelian berlian senilai Rp652 juta, pembelian polis asuransi senilai Rp1 miliar, dan pembelian rumah di wilayah Pejaten, Jakarta Selatan, senilai Rp20 miliar.