WahanaNews.co | Tim penasihat hukum AKBP Dody, Adriel Viari Purba berharap LPSK mengabulkan permohonan kliennya sebagai juctice collaborator (JC).
Seperti diketahui, AKBP Dody dan kawan-kawan menjadi tersangka kasus narkoba.
Baca Juga:
Kasus Kematian Vina-Eki Cirebon: Komnas HAM Rekomendasi Polri Evaluasi Polda Jabar-Polres
Pertemuan LPSK dengan AKBP Dody, dalam rangka permohonan perlindungan dan juctice collaborator (JC).
Petugas LPSK menemui langsung Dody dkk di Polres Jakarta Selatan, dan melakukan pertemuan selama 4 jam.
"Pertemuan itu dari siang hingga sore. Setelah itu, petugas LPSK itu menyatakan berkas lengkap," ujar Adriel Viari Purba, Koordinator Tim Penasihat Hukum AKBP Dody dkk dalam keterangannya, Minggu 6 November 2022.
Baca Juga:
Pemantauan Kasus Vina dan Eki Dirampungkan Komnas HAM
Adriel mengatakan, meski pihak LPSK telah menyatakan berkas lengkap, tapi mereka masih akan menelaah dan mendalami lagi. Sebelum menetapkan keputusan akhir.
"Kami berharap proses pendalaman dan penelaahan bisa berjalan lancar dan cepat serta permohonan klien kami dikabulkan," kata Adriel.
Menurut Adriel, permohonan perlindungan dan sebagai JC untuk kliennya penting. Mengingat tersangka lainnya seperti Teddy Minahasa masih berstatus sebagai jenderal polisi aktif.
Dengan kata lain, kliennya akan kesulitan mengungkap kebenaran perkara ini apabila tidak dijadikan sebagai JC dan mendapatkan perlindungan dari LPSK.
"Seperti kasus sebelum ini, ada kesulitan menyelesaikan kasus yang melibatkan pimpinan dan bawahan. Soalnya seperti kata Pak Menko Polhukam (Mahfud MD) ada hambatan psiko-hirarki (posisi Teddy dan Dody adalah pimpinan-bawahan) dan psiko-politis (sebagai jenderal aktif, Pak Teddy masih memiliki jejaring yang luas). Itu sebabnya, kami sungguh berharap kepada LPSK dan pejabat negeri ini untuk memberi perhatian lebih terhadap kasus ini," jelas Adriel.
Adapun berdasarkan Undang-Undang (UU) 31 tahun 2014 tentang Perlindungan Saksi dan Korban, syarat untuk menjadi JC di antaranya bukan menjadi pelaku utama dalam perkara atau kejahatan tersebut.
Juga keterangan saksi pelaku atau JC, dinilai penting untuk mengungkap suatu tindak pidana dalam kasus yang sama.
"Dan JC itu bisa tersangka, terdakwa atau terpidana yang bekerja sama dengan penegak hukum untuk mengungkap suatu tindak pidana yang sama," katanya.
Berdasarkan UU itu kata Adriel, setelah mendengar keterangan kliennya, maka AKBP Dody dkk dinilai bukan pelaku utama dalam perkara ini.
Ada beberapa indikasi yang menggambarkan hal itu, antara lain perintah yang diterima kliennya dan setelah perkara ini masuk dalam proses penyidikan, ada upaya-upaya oleh pihak-pihak tertentu menghalangi klien dan keluarganya untuk menerangkan secara terang benderang perkara ini.
"Kami yakin AKBP Dody dkk memiliki keterangan yang bisa membongkar perkara ini secara terang benderang. Karena itulah kami mengajukan permohonan JC sekaligus perlindungan kepada LPSK. Kami berharap LPSK bisa mengabulkan permohonan dari klien kami ini agar pengungkapan kasus ini bisa dilakukan secara transparan," jelasnya.
Sebagai informasi, pengacara eks Kapolres Bukittinggi AKBP Dody Prawiranegara, Adriel Viari Purba mengungkap perintah Irjen Teddy Minahasa (TM) yang meminta kliennya untuk menyisihkan barang bukti narkotika jenis sabu.
Barang bukti yang disisihkan itu merupakan hasil pengungkapan kasus narkoba Polres Kota Bukittinggi sebesar 41,4 kg pada April-Mei 2022 lalu. Kemudian, barang bukti dilakukan pemusnahan pada 14 Juni 2022.
"Intinya adalah dari penjelasan klien saya ini pak TM ini memerintahkan memang untuk menyisihkan seperempat, dia minta seperempat dari 41,4 kg yang diungkap oleh Polres Bukit Tinggi yang pada saat itu memang Kapolresnya masih pak Dody," ucap Adriel beberapa waktu lalu. [tum]