Orientasi pada hal yang teknikal itu dipilih menjadi jalan negara untuk mengejar modernisasi.
Fang Lizhi lantas mengatakan: ”Orang-orang kita --dan sebenarnya termasuk para pemimpin politik kita juga-- tidak menyadari bahwa sains adalah sejenis budaya. Mereka menganggapnya hanya sebagai sesuatu yang… seperti ketika Anda hendak memperbaiki lampu listrik. Mereka tidak memahami sistem pemikiran yang ada di baliknya.”
Baca Juga:
Peneliti Temukan Kaitan Panas Ekstrem dan Risiko Penuaan Dini
Kutipan ini penting untuk membawa pada sebuah pemahaman tentang budaya riset, tradisi inovasi, dan juga pentingnya ekosistem penelitian.
Bangsa Barat menjadi maju karena memiliki kekuatan dalam ilmu pengetahuan yang berangkat dari adanya sistem pemikiran dan budaya berpikir yang mendukung berkembangnya pengetahuan tersebut.
Dulu umat Islam di Baghdad dan Kordoba juga bisa kuat dan maju dalam sains karena ada tradisi keilmuan yang menopangnya.
Baca Juga:
Gala Dinner Konfrensi Internasional Spiced Islam, Bupati Tapteng: Dari Tapteng Dunia Mengenal Nusantara
Budaya riset itu, dalam bahasa LT Handoko, Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), diringkaskan sebagai ”keingintahuan yang besar, peka pada masalah di sekitarnya, kreatif mencari solusi, dan kompeten membuktikannya secara ilmiah dalam bentuk karya ilmiah yang diakui komunitasnya” (2021).
Sesuai dengan namanya, yaitu re-search, maka riset adalah kajian mendalam yang dilakukan berulang-ulang.
Ciri dari kerja riset itu adalah selalu menghasilkan kebaruan (novelty).