Sebab, batas-batas sosial menjadi kabur hingga tak bersekat.
Setiap orang memiliki fungsi ganda sebagai produsen dan konsumen berita yang tumpang tindih dan rentan terjadi turbulensi.
Baca Juga:
Prediksi Elon Musk dan Zuckerberg Hp Segera Punah, Ini Penggantinya
Akhirnya, tak sedikit orang yang menjadi tidak percaya diri dan memiliki harga diri (self-esteem) yang rendah karena menganggap dirinya tidak cukup qualified untuk tampil sebagai bagian dari kehidupan sosial di dunia maya.
Ketiga, fear of missing out (FOMO), ini menjadi hilir dari sikap oversharing dan social comparison, kondisi di mana seseorang merasa cemas ketika tidak mampu mengikuti tren, stres karena tidak melakukan hal-hal yang dilakukan orang lain, takut ketika tidak tahu tentang suatu informasi yang sedang ramai diperbincangkan.
Akhirnya, ia berusaha untuk terus-menerus menyerap berita, melakukan berbagai hal yang sedang menjadi tren, lalu membagikan "kebahagiaan" tersebut seperti yang dilakukan orang lain.
Baca Juga:
Antisipasi Bullying di Sekolah, Bupati Cianjur Larang Siswa SD dan SMP Bawa Hp
Pada saat itulah, kebebasan sebagai manusia terampas, kualitas hidup menurun, bahkan berdampak pada risiko kesehatan fisik, seperti kualitas tidur.
Ini seperti tecermin pada penelitian Li dkk (2020) berjudul Fear of Missing Out and Smartphone Addiction Mediates the Relationship Between Positive and Negative Affect and Sleep Quality Among Chinese University Students.
Tidak sedikit orang yang mengidap insomnia justru karena aktivitas yang padat di kehidupan hiper-realitas, di tengah kaburnya realita dan eksistensinya di dunia maya menjadi sesuatu yang digambarkan dalam unggahan-unggahan rutin dalam skala penting hingga sangat tidak penting.