Tuntutan untuk selalu hadir mendorong individu pada burn out atau kelelahan dalam aktivitas yang ia sendiri tidak sadari, berakhir sebagai kecemasan, insomnia, bahkan depresi.
Kondisi semacam ini membutuhkan intervensi, baik dari diri sendiri maupun dari orang lain, untuk mewujudkan hubungan yang lebih sehat dengan media digital.
Baca Juga:
Prediksi Elon Musk dan Zuckerberg Hp Segera Punah, Ini Penggantinya
Penelitian tentang digital wellbeing sudah banyak dikembangkan.
Beberapa kursus singkat secara daring juga bisa diambil untuk mendapat gambaran yang lebih lengkap, salah satunya di Futurelearn.com dengan tema "Digital Well-Being", diselenggarakan oleh University of York dengan fasilitator dari beragam bidang, seperti teknologi, psikologi, dan terapis.
Selain itu, perubahan besar ini juga bisa dimulai dengan membaca buku Cal New Port (2020) berjudul Digital Minimalism: Choosing a Focus Life in a Noisy World yang layak dijadikan referensi.
Baca Juga:
Antisipasi Bullying di Sekolah, Bupati Cianjur Larang Siswa SD dan SMP Bawa Hp
Dengan demikian, kita tahu bagaimana memilih dan memilah apa yang benar-benar kita butuhkan dalam digital media.
Analoginya seperti bersih-bersih rumah menuju hidup minimalis.
Apa yang sudah tidak dibutuhkan dan tidak digunakan bisa dibuang.