Oleh MASDAR HILMY
Baca Juga:
Akun X Pelesetkan Logo NU Jadi 'Ulama Nambang' Warga Surabaya Lapor Polisi
HASIL Muktamar Ke-34 Nahdlatul Ulama di Lampung merupakan kado terindah akhir tahun sekaligus berkah tak ternilai bagi NU memasuki usianya di abad kedua.
Proses transisi dan regenerasi kepemimpinan di tubuh ormas terbesar di Tanah Air tersebut memberikan banyak hikmah dan pelajaran berharga tentang mekanisme berdemokrasi dan berkompetisi yang sehat, fair, damai, elegan, dan bermartabat dalam bingkai nilai-nilai keagamaan dan kepesantrenan.
Baca Juga:
MUI Larang Salam Lintas Agama, Ini Tanggapan PBNU
Tantangan berikutnya tentu berada di pundak duet kepemimpinan yang baru: KH Miftachul Akhyar sebagai Rais Aam (Pemimpin Tertinggi) dan KH Yahya C Staquf sebagai Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU).
Keduanya memikul beban dan tanggung jawab yang sangat berat untuk melanjutkan berbagai legacy dan prestasi kepemimpinan sebelumnya, duet KH Miftachul Akhyar dan KH Said Aqil Siroj.
Relevansi kepemimpinan NU memasuki abad kedua persis terletak di sini; menjadikan moderasi beragama yang sudah dikembangkan di NU dan Indonesia sebagai rujukan bagi dunia yang lebih damai, harmonis, berkeadilan.