Yang pertama karena adanya persepsi bahwa masyarakat yang menambang adalah rakyat yang mencari penghidupan yang harus dilindungi, sehingga berhadapan dengan masyarakat bagi pemerintah adalah isu yang tidak menguntungkan, yang kedua pemerintah daerah gagal menyediakan kesempatan kerja alternative, yang ketiga komunitas pertambangan merupakan aset politik yang potensial untuk mendukung tujuan politik tertentu, terutama dalam pilkada, lalu keempat kurang harmonisnya hubungan antara pemerintah daerah dengan pemerintah pusat terkait perizinan pertambangan, yang kelima merupakan ranah yang sangat menguntungkan bagi oknum-oknum aparat dan pejabat untuk mendapatkan penghasilan besar dalam waktu singkat, lalu regulasi yang mengatur tentang kegiatan masyarakat yang menambang juga belum implementable, lalu juga komoditas tambang yang mudah ditambang, mudah diolah, mudah dijual, serta pasarnya terbuka sekali, yang terakhir karena memberikan manfaat yang diakui oleh masyarakat dan menganggap bahwa masyarakat berhak mendapatkan manfaat dari sumber daya alam daerah tersebut.
Berbagai langkah dan peraturan telah dibuat selama beberapa dekade, namun belum dilaksanakan dengan baik. Presiden dan polisi seharusnya turun tangan atas masalah penambangan liar ini.
Baca Juga:
Banjir Lumpur Serang Konawe Selatan, Warga Sentil Aktivitas Tambang PT GMS
Khususnya kasus di Kalimantan Timur dimana aparat terlibat dalam penambangan liar yang didukung dan diorganisir operasinya. Masifnya penambangan liar di Kalimantan Timur menunjukkan bahwa negara tidak memiliki kendali atau kontrol terhadap sumber daya alam di Indonesia.
Pemerintah juga tidak bisa tinggal diam. Pemerintah harus turun tangan dan berani memberantas penambangan liar, serta pemerintah harus mengeluarkan aturan yang jelas dan sanksi yang tegas. Jadi, masalah penambangan liar jangan sampai sebatas kasus Ismail Bolong saja, tapi harus menjadi titik awal untuk mengungkap kasus-kasus lain.
Oleh karena itu diperlukan bukan hanya solusi tetapi tindakan melalui upaya nasional untuk menghilangkan dan memusnahkan PETI.
Baca Juga:
Lowongan Kerja di Freeport Indonesia, Ini Syaratnya
Berikut adalah beberapa solusi untuk mengatasi maraknya PETI, antara lain pertama konsep pengelolaan sumber daya alam yang berkelanjutan diikuti dengan penegakan hukum yang tegas, konsisten, dan tidak diskriminatif, lalu kedua memberikan IUP kepada BUMD sebagai perancang pertambangan, ketiga memberikan IUP kepada perusahaan dengan persetujuan untuk memberikan sebagian dari kegiatan pertambangan kepada masyarakat, keempat perlu dibentuknya satuan tugas khusus untuk pemberantasan PETI yang bertanggung jawab langsung ke Presiden/Wapres, dan yang terakhir dibutuhkannya upaya yang harus dilakukan untuk mencegah aktivitas peti melalui keterlibatan pemangku kepentingan dengan mendidik masyarakat tentang efek negatif dari aktivitas PETI.
Selain solusi di atas, kami mendorong kaum milenial untuk menjadi motor penggerak pemberantasan PETI, mulai dari mahasiswa hingga Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). [rds]