1. Pidana Penjara dan Denda bagi Pelaku
Pidana penjara dan denda merupakan dampak langsung yang akan terjadi ketika praktik politik uang dilakukan. Dalam Pemilu dan Pemilihan, praktik politik uang merupakan salah satu jenis pelanggaran yang ancamannya berupa pidana penjara dan denda. Hal itu disebutkan secara jelas dalam UU No. 7 Tahun 2017 yang mengatur tentang Pemilu dan UU No. 1 Tahun 2015 beserta perubahannya yang mengatur tentang Pemilihan.
Ancaman pidana yang diberlakukan dalam Pemilu bagi pelaku politik uang, disebutkan pada Pasal 523 ayat (1), ayat (2) dan ayat (3). Dimana pidana paling rendah adalah penjara dua tahun dan denda Rp24.000.000,00 serta paling tinggi adalah penjara empat tahun dan denda Rp48.000.000,00. Ancaman pidana Pemilu ini menyasar pelaksana, peserta, dan/atau tim kampanye pada tahapan kampanye dan masa tenang. Sedangkan pada hari pemungutan suara berlaku bagi setiap orang.
Baca Juga:
Pemkab Sigi Terapkan Jam Malam Desa Cegah Politik Uang Pilkada 2024
Sementara dalam Pemilihan, ancaman pidana yang diberlakukan bagi pelaku politik uang disebutkan pada Pasal 187A ayat (1) dan ayat (2) UU No. 1 Tahun 2015 beserta perubahannya, dimana pelaku diancam pidana paling singkat 36 bulan dan paling lama 72 bulan serta denda paling sedikit Rp200.000.000,00 dan paling banyak Rp1.000.000.000,00. Sementara bagi penerima, diancam pidana penjara paling singkat 36 bulan dan paling lama 72 bulan serta denda paling sedikit Rp300.000.000,00 dan paling banyak Rp1.000.000.000,00.
2. Menghasilkan Manajemen Pemerintahan yang Korup
Praktik politik uang berpotensi menghasilkan kerusakan pada manajemen pemerintahan. Karena, pengisian jabatan politis dalam pemerintahan yang lahir dari proses korupsi politik, secara langsung akan berdampak pada pemerintahan yang korup pula.
Hal ini disebut investive corruption di mana politisi yang terpilih lebih mengutamakan kepentingan para donator dibandingkan rakyat dengan memberi banyak keistimewaan.
Baca Juga:
Andi Harun Dikabarkan Dukung Isran Noor Jadi Gubernur Kaltim
3. Merusak Paradigma Bangsa
Dalam menghadapi praktik politik uang, masyarakat terbagi ke dalam dua kelompok yang memiliki sikap yang berbeda. Pertama, kelompok yang bersikap cenderung menerima terhadap politik uang. Kedua, kelompok yang bersikap menolak segala bentuk praktik politik uang. Perbedaan tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor di antaranya tingkat pengetahuan dan kondisi ekonomi.
Tingkat pengetahuan ditentukan oleh kemampuan masyarakat dalam mengakses sumber pengetahuan baik melalui pendidikan ataupun informasi dari media dan internet. Sedangkan kondisi ekonomi, lebih kepada kebutuhan akan uang atau materi lainnya untuk bertahan hidup.
[Redaktur: Andri Frestana]