Jadi kalau demikian apa sesungguhnya kemungkinan dari motif pembunuhan ini? Setelah sekian minggu saya ikuti terus menerus perkembangan kasus ini, saya tidak menemukan jawaban rasional yang keluar dari Polri dan semua lembaga yang turut serta terlibat dalam penanganan kasus ini. Kemudian saya mencoba menganalisanya dari hal lain, dimana hukum dan politik berhimpitan disana.
Perlu kita semua ketahui, sebelum korban (Brigadir J) menjadi ajudan Irjen FS, Polisi muda dan gagah yang berusia 28 tahun dan lahir dari keluarga sangat sederhana di sebuah kampung di Sumatera ini, pernah bertugas di Papua sebagai Provos.
Baca Juga:
Perjalanan Vonis Ferdy Sambo dari Hukuman Mati Jadi Penjara Seumur Hidup
Apa itu Provos? Dalam Peraturan Kapolri No. 2 tahun 2016 Tentang Penyelesaian Pelanggaran Disiplin Anggota Polri. Dalam peraturan ini disebutkan, "Provos Polri adalah satuan fungsi pada Polri yang bertugas membantu pimpinan untuk membina dan menegakkan disiplin serta memelihara tata tertip kehidupan anggota Polri".
Provos merupakan sub organisasi yang berada di bawah Propam (Profesi dan Pengamanan), yang bertanggung jawab terhadap masalah pembinaan profesi dan pengamanan di lingkungan internal Polri. Tak hanya di Mabes Polri, Provos juga ada di tingkat Polda, Polres hingga Polsek.
Lalu apa hubungannya tugas provos Brigadir J yang pernah ditugaskan ke Papua sebelum menjadi ajudan FS dengan kasus kematiannya ini, inilah yang akan saya jelaskan:
Baca Juga:
Seluruh Tergugat Tak Hadir, Sidang Gugatan Rp 7,5 M Keluarga Brigadir J Ditunda
Panitia Kerja (Panja) pernah transfer ke daerah dan Dana Desa, yang menetapkan Dana Otonomi Khusus (Otsus) sebesar Rp16 Triliun untuk dialokasikan kepada Provinsi Aceh, Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat pada RUU APBN Tahun Anggaran (TA) 2022.
Dan dari berbagai kabar yang sempat kami dengar, dana itu banyak diselewengkan oleh oknum-oknum pejabat di daerah dan di pusat.
Bahkan karena begitu menggiurkannya dana truliunan itu, hingga membuat oknum-oknum itu tak lagi rasional, lalu mengabaikan prinsip nasionalismenya. Inilah yang (konon) mengakibatkan seorang gubernur di Papua korup dan mendukung gerakan-gerakan separatisme di Papua dengan bantuan uang itu.