Pengertian Dasar
Baca Juga:
Ganteng tapi Psikopat, Kejahatan Terapis Ini Akhirnya Terbongkar
Kita mulai dari pengertian dasar kekerasan seksual di Pasal 1(1); dan penjelasan rinci tindak kejahatan kekerasan seksual di Pasal 5 (1-5).
Pasal 1 (1) merumus kan kekerasan seksual sebagai: ”Setiap perbuatan merendahkan, menghina, melecehkan, dan/atau menyerang tubuh dan/atau fungsi reproduksi seseorang, karena ketimpangan relasi kuasa dan/atau gender, yang berakibat atau dapat berakibat penderitaan psikis dan/atau fisik termasuk yang mengganggu kesehatan reproduksi seseorang dan hilang kesempatan melaksanakan pendidikan tinggi dengan aman dan optimal.”
Definisi ini menjelaskan dengan sangat terang tindakan kekerasan seksual yaitu (a) merendahkan, menghina, melecehkan, dan/atau menyerang tubuh, dan atau fungsi reproduksi seseorang, (b) dalam kondisi ketimpangan relasi kuasa atau ketimpangan gender, (c) berakibat menderitakan korban secara psikis, fisik, mengganggu kesehatan reproduksi dan kesempatan belajar dengan aman dan optimal.
Baca Juga:
Sepakati RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual, Presiden KAI Apresiasi DPR RI
Definisi ini nampak dikonsepkan berdasarkan berbagai kasus dan pengalaman korban di lapangan, yang jumlahnya ribuan itu.
Berikutnya Pasal 5 (1-5) yang memuat (a) ruang lingkup, (b) rincian tindak kekerasan seksual, dan (c) kondisi ketika tindak kekerasan seksual harus tetap dianggap sebagai kejahatan dengan mengabaikan unsur consent ketika korban di bawah umur, sakit, tak berdaya, rentan karena berbagai alasan yang dijelaskan.
Pertama, tindakan mencakup kekerasan verbal, non-fisik, fisik, dan yang dilakukan melalui teknologi digital di Pasal 5 (1). Kedua, rincian tindakan kekerasan seksual di Pasal 5 (2) meliputi: (a) menyampaikan ujaran yang mendiskriminasi atau melecehkan tampilan fisik, kondisi tubuh, dan/atau identitas gender korban; (b) memperlihatkan alat kelaminnya dengan sengaja tanpa persetujuan korban; (c) menyampaikan ucapan yang memuat rayuan, lelucon, dan/atau siulan yang bernuansa seksual pada korban; (d) menatap korban dengan nuansa seksual dan/atau tak nyaman; (e) mengirimkan pesan, lelucon, gambar, foto, audio, dan/atau video bernuansa seksual kepada korban meskipun sudah dilarang korban.