WahanaNews.co - Fidusia telah digunakan di Indonesia sebagai satu di antara jaminan kebendaan sejak zaman penjajahan, yang lahir dari yurisprudensi. Pada waktu itu, jaminan fidusia digunakan secara luas dalam aktivitas masyarakat seperti pinjam-meminjam.
Alasan, mendasari digunakannya fidusia sebagai salah satu jaminan adalah karena proses pembebanannya dianggap lebih sederhana, mudah, dan cepat, namun tidak memberikan jaminan adanya kepastian hukum (lihat Perjelas Undang Undang Nomor 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia).
Baca Juga:
Babak Baru UU Cipta Kerja: MK Menangkan Gugatan, Revisi Menyeluruh Segera Dilakukan
Mengingat jaminan fidusia sebagai satu di antara bentuk lembaga jaminan yang didasarkan pada yurisprudensi dan belum diatur secara lengkap dan komprehensif dalam peraturan perundang-undangan, maka pada tanggal 30 September 1999, Pemerintah Indonesia mengesahkan sekaligus mengundangkan Undang Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia. Undang-undang ini selanjutnya menjadi dasar hukum pelaksanaan fidusia di Indonesia .
Secara istilah , fidusia berasal dari kata fides (Romawi) yang berarti kepercayaan. Fidusia juga sering dikenal dengan istilah fiduciaire eigendomsoverdracht atau bahasa Indonesianya, disebut sebagai jaminan hak milik secara kepercayaan yang merupakan suatu bentuk jaminan atas benda-benda bergerak yang dikembangkan melalui yurisprudensi (Oey Tiong, Fidusia sebagai Jaminan Unsur-unsur Perikatan, Jakarta Timur, Ghalia Indonesia, 1984, hlm. 21).
Menurut ketentuan Pasal 1 angka 1 Undang - Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia, fidusia diartikan sebagai pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya dialihkan tersebut tetap dalam penguasaan pemilik benda (lihat Pasal 1 angka 1 Undang - Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia).
Baca Juga:
MK Kabulkan 70% Tuntutan Buruh, Serikat Pekerja Rayakan Kemenangan Bersejarah dalam Revisi UU Cipta Kerja
Sedangkan, dalam konteks jaminan fidusia dimaknai sebagai hak jaminan atas benda bergerak baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud dan benda tidak bergerak khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Undang Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan yang tetap berada dalam penguasaan pemberi fidusia, sebagai agunan bagi pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada Penerima terhadap kreditur lainnya (lihat Pasal 1 angka 2 Undang Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia).
Dari pengertian di atas, dapat ditafsirkan bahwa pada dasarnya prinsip dasar dalam jaminan fidusia adalah benda yang dijadikan jaminan fidusia atas fasilitas kredit, dimana dalam konteks ini benda dimaknai sebagai segala sesuatu yang dapat dimiliki atau dialihkan baik yang berwujud maupun tidak berwujud, baik yang terdaftar maupun tidak terdaftar, baik yang bergerak maupun tidak bergerak yang tidak dapat dibebani hak tanggungan atau hipotik (lihat Pasal 1 angka 41 Undang Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia).
Dari beberapa pengertian di atas sebenarnya sudah cukup jelas untuk dipahami oleh para pihak berkenaan dengan penggunaan jaminan fidusia dalam tataran praktis. Sehingga sudah seyogyanya para pihak memahami konsep dasar fidusia tersebut agar tidak menimbulkan kerancuan baik dari segi makna maupun pelaksanaannya.