WahanaNews.co | Melalui tim kuasa hukumnya, korban penganiayaan yang melibatkan oknum Polres Sleman pada Juni lalu di Holywings Jogja, Bryan, menilai tidak adanya progres signifikan dan tertutup penanganan kasus oleh kepolisian.
Mereka menuntut transparansi dan penahanan terduga pelaku untuk melancarkan proses pemeriksaan.
Baca Juga:
Peran 2 Direktur Tersangka Baru Korupsi IUP PT Timah, Diungkap Kejagung
Kuasa Hukum Bryan, Johnson Panjaitan, menilai adanya upaya rekayasa kasus dan obstruction of justice dalam kasus tersebut.
Pasalnya, pasca-kejadian tersebut, polisi membuat laporan model A untuk kliennya.
“Akibatnya klien kami tidak dapat membuat laporan dan tidak dapat mengakses SP2P [Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan],” ujarnya, Senin (12/9/2022).
Baca Juga:
Penggeledahan Kejagung Terkait Korupsi IUP PT Timah Tbk 2015-2022 di Wilayah Timah
Hal tersebut, menurutnya, sangat merugikan kepentingan hukum kliennya dalam mencari keadilan.
Selain itu, berdasarkan keterangan saksi, ia juga menuding adanya upaya menghalangi penyidikan di TKP, seperti menghapus rekaman CCTV dan tidak transparannya proses laporan model A.
“Ada penekanan kepada saksi kami dengan menahan handphone dan KTP. Dan jika ingin dikembalikan harus memenuhi syarat-syarat, yaitu harus mengganti kerusakan di Holywings, mengganti mobil yang rusak, dan membiayai visum Karmel [terduga pelaku],” ungkapnya.
Atas hal tersebut, ia meminta Kapolda DIY untuk memberi perlindungan hukum kepada Bryan sebagai pelapor dengan mengevaluasi dan proses ulang penyidikan yang transparan dan akuntabel.
“Juga menahan oknum polisi dan terlapor guna melancarkan proses pemeriksaan,” kata dia.
Menanggapi aduan ini, Wakapolda DIY, Brigjen Pol R Slamet Santoso, menuturkan, dari awal Polda DIY sudah menangani sesuai prosedur, mulai dari TKP hingga hari ini.
Ia mengakui adanya hambatan dikarenakan ada beberapa korban dan saksi yang sampai Agustus masih dalam kondisi sakit sehingga baru bisa diperiksa pada akhir Agustus.
“Kasusnya selama ini sudah berjalan baik itu dari pidananya maupun kode etiknya. Dan itu saya pastikan kami laksanakan sesuai prosedur. Tidak ada rekayasa ataupun obstruction of justice, karena sudah sesuai prosedur,” kata dia.
Lantaran beberapa hambatan tersebut hingga saat ini belum ada yang dijadikan tersangka.
Untuk sidang kode etik kepada oknum Polres Sleman yang terlibat kasus ini sudah dilaksanakan.
“Ada enam saksi, baik yang meringankan maupun memberatkan,” ungkapnya.
Oknum polisi ini juga sudah dinonaktifkan pada awal bergulirnya kasus ini.
Kemudian setelah sidang kode etik baru akan diputuskan apakah oknum tersebut akan dinonaktifkan permanen atau bisa aktif kembali. [gun]