WahanaNews.co | Dalam
melakukan rem darurat, Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan, masih tetap
menggunakan istilah pembatasan sosial berskala besar (PSBB) ketat, dan tidak menggunakan
istilah penerapan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM).
Baca Juga:
Menuju Kota Global: Pramono Targetkan Jakarta Masuk 50 Besar Dunia Jelang Usia ke-500
Ketua Fraksi DPRD DKI Jakarta, Gembong Warsono mengaku tak
mempermasalahkan penggunaan istilah tersebut. Meski, Pemprov DKI biasanya
menggunakan istilah yang berbeda dengan Pemerintah Pusat.
"Penggunaan istilah PSBB oleh Pemprov DKI yang beda
dengan kebijakan baru dari Pemerintah Pusat dengan istilah PPKM, DKI kan harus
beda," ujar Gembong saat dihubungi, Sabtu (9/1/2021).
Gembong, istilah dalam suatu kebijakan bukan suatu hal
utama. Menurutnya, yang paling penting dilakukan oleh Pemprov DKI yakni
melakukan pengawasan secara konsisten.
Baca Juga:
Kuak Skandal Lahan Rp 668 Miliar, Ahok Kembali Diperiksa Bareskrim
"Tapi apapun istilahnya yang paling utama adalah
bagaimana pemprov secara konsisten dan tegas dalam melakukan pengawasan
kebijakan PSBB ketat ini," katanya.
Diketahui, Anies memperketat pembatasan sosial berskala
besar (PSBB) dari 11 sampai 25 Januari 2021. Masa pengetatan bisa diperpanjang
jika kasus COVID-19 tidak kunjung turun.
"(PSBB ketat) kita lakukan dua pekan ke depan. Kalau
berhasil, tidak harus perpanjang. Jika tidak, harus perpanjang supaya (kasus
Corona) benar-benar tuntas," kata Anies dalam video pernyataannya yang
diunggah di YouTube, Sabtu (9/1).
Anies menilai pengetatan PSBB bisa menurunkan kasus aktif
virus Corona. Hal itu pernah terjadi saat Jakarta menarik rem darurat pertama
pada September 2020.
"Di bulan September, terjadi pengetatan yang sebelumnya
kurva naik, ketika pengetatan, dia mendatar, bahkan menurun. Penurunan sampai
50 persen dari 13 ribu, menurun hingga 6.000 kasus aktif di Jakarta,"
ucapnya. [qnt]