WahanaNews.co | Melihat Hakim Agung Gazalba Saleh ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi, anggota Komisi III DPR dari Fraksi PPP Arsul Sani mengaku miris. Dia menilai penetapan tersangka terhadap dua Hakim Agung, Sudrajad Dimyati dan Gazalba, merupakan musibah besar bagi Mahkamah Agung (MA).
"Kami di Komisi III miris sekali melihat hakim agung tersangkut perkara suap. Meskipun asas praduga tak bersalah (presumtion of innocence) tetap harus kita pegang, namun penetapan dua Hakim Agung MA RI sebagai tersangka itu tak ubahnya sebagai musibah besar lembaga peradilan kita," kata Arsul kepada wartawan, Senin (14/11/2022).
Baca Juga:
Mahkamah Agung Kabulkan Gugatan Abdul Faris Umlati, ARUS Terus Melaju
Arsul menyebut kewibawaan MA tercoreng gara-gara kasus yang menjerat dua hakim agung itu. Dia mengaku memiliki penyesalan tersendiri atas kasus tersebut.
"Lembaga yang para orang-orangnya kita panggil dengan sebutan 'Yang Mulia' ini benar-benar menjadi tercoreng kemuliaannya. Selain kesedihan yang mendalam, bagi kami di DPR yang memegang fungsi anggaran (budgeting) ada penyesalan yang mendalam setidaknya atas dua hal," ucapnya.
Hal pertama yang membuatnya menyesal adalah peningkatan pendapatan (take home pay) para hakim yang signifikan. Arsul mengatakan setiap hakim mendapat tunjangan penanganan perkara yang dihitung per kasus.
Baca Juga:
Yudi Purnomo: Banyak Orang Bisa Masuk Penjara Jika Zarof Buka-bukaan soal Mafia Peradilan
"Ini membuat total pendapatan hakim agung itu, yakni gaji dan tunjangan-tunjangannya jauh lebih tinggi dari pada anggota DPR dan para menteri. Karenanya mengherankan jika profesi dengan sebutan yang mulia dengan pendapatan yang tinggi masih terima suap dalam memutuskan apa yang menjadi keadilan," ucapnya.
Kedua, kata Arsul, DPR sebagai lembaga negara yang memberikan persetujuan turut disalahkan bersama Komisi Yudisial (KY) RI. Menurutnya, ulah kedua tersangka itu membuat DPR dan KY dianggap tak mampu memilih dan menyetujui Hakim Agung yang bersih.
"Karena seolah-olah tidak mampu memilih dan menyetujui Hakim Agung yang bersih. Padahal proses-proses seleksinya sudah ketat, demikian pula persetujuan DPR juga didasarkan pada masukan dan rekomendasi yang diberikan," imbuhnya.