Namun, dengan terkuaknya aliran dana ini, pihaknya menilai bahwa AKBP Dalizon hanya dijadikan korban oleh institusi Polri.
"Sementara atasannya yakni Kombes Anton Setiawan dilindungi dan ditutup rapat oleh Bareskrim Polri agar tidak tersentuh hukum. Padahal, dalam kasus tersebut jelas ada persekongkolan jahat yang tidak hanya melibatkan AKBP Dalizon," ungkapnya.
Baca Juga:
Dugaan Korupsi Pembayaran Pajak Perusahaan, Kejagung Tiba-Tiba Cabut Status Cekal Bos Djarum
"Hal ini sangat jelas terlihat karena penanganan perkara tersebut diambil alih oleh Bareskrim Polri. Artinya, dalam melakukan penyidikan, para penyidik dan pimpinan di Bareskrim tahu kalau nama Kombes Anton Setiawan muncul dalam pemeriksaan. Namun keterlibatannya diabaikan dan tidak dijadikan tersangka," sambungnya.
Padahal, kata Sugeng, kalau ditelusuri secara materiil dengan apa yang diungkap dalam dakwaan Jaksa penuntun umum, aliran dana gratifikasi diduga juga mengalir ke Kombes Anton Setiawan.
"Benang merah itu sangat terlihat jelas bahwa korupsi yang terjadi bukan hanya melibatkan AKBP Dalizon saja. Apakah Bareskrim memang sengaja melindungi koruptor di kandangnya sendiri. Pasalnya, Anton Setiawan setelah dimutasi dari Dirkrimsus Polda Sumsel bertugas di Ditipidter Bareskrim Polri," bebernya.
Baca Juga:
JPU Tuntut Hakim Nonaktif Djuyamto 12 Tahun Penjara, Sebut Jaksa Tak Punya Hati Nurani dan Tak Adil
Anehnya, dalam penanganan kasus AKBP Dalizon tersebut, Bareskrim Polri tidak mengenakan Undang-Undang 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
Akibatnya, Kombes Anton Setiawan menjadi tidak tersentuh oleh aliran uang dari AKBP Dalizon.
Padahal, kalau masyarakat biasa melakukan dugaan tindak pidana, pihak Bareskrim Polri langsung menyematkan pasal TPPU dengan mengorek semua aliran keuangan.