Asep menyebut, jika proyek tetap diberikan ke pihak swasta itu, kualitas pekerjaan sangat mungkin buruk karena anggaran akan dipangkas untuk menyuap pejabat.
Dari hasil penggeledahan, penyidik menyita uang tunai Rp231 juta yang diduga merupakan bagian dari praktik suap tersebut.
Baca Juga:
Kejar Kades Korup, Staf Kejari Simalungun Gugur di Sungai Asahan
KPK menyatakan masih akan menyelidiki lebih dalam kemungkinan keterlibatan pihak lain.
“Kami bekerja sama dengan PPATK. Follow the money adalah strategi yang digunakan. Ke mana pun uang itu mengalir, akan kami ikuti,” tegas Asep.
Pengungkapan kasus ini bermula dari laporan masyarakat mengenai buruknya infrastruktur di Sumut.
Baca Juga:
Seribu Gempa dalam 7 Hari, Kepulauan Tokara di Jepang Berguncang Tanpa Henti
Setelah diselidiki, KPK menemukan bahwa Akhirun dan Rayhan menarik dana sekitar Rp2 miliar yang hendak dibagikan kepada para pejabat, termasuk Topan, Rasuli, dan Heliyanto.
KPK kemudian menelusuri proyek-proyek yang menjadi sasaran praktik culas tersebut. Ada dua proyek besar yang tengah dibidik.
Pertama, dua proyek di Dinas PUPR Sumut: pembangunan Jalan Sipiongot–Batas Labusel senilai Rp96 miliar dan Jalan Hutaimbaru–Sipiongot senilai Rp61,8 miliar.