Atas dasar itu keberatan para terdakwa dinilai tidak beralasan menurut hukum dan harus dinyatakan tidak dapat diterima.
Dalam kasus tersebut, sejumlah enam orang mantan pejabat Antam didakwa merugikan keuangan negara sebesar Rp3,31 triliun.
Baca Juga:
Jejak Pelarian Buron e-KTP Paulus Tannos, Terdeteksi di Thailand Ditangkap di Singapura
Para terdakwa disebut melakukan kerja sama emas cucian dan lebur cap emas dengan pihak ketiga (perorangan, toko emas, ataupun perusahaan) non-kontrak karya sepanjang periode 2010-2022.
Kendati demikian, kerja sama yang dilakukan diduga tidak disertai kajian bisnis intelijen dan kajian informasi potensi peluang secara akurat, tidak dilakukan kajian legal dan complience, tidak dilakukan kajian risiko, serta tidak ada persetujuan dari Dewan Direksi.
Enam orang mantan pejabat Antam tersebut meliputi Vice President (VP) Unit Bisnis Pengolahan dan Pemurnian Logam Mulia (UBPP LM) Antam periode 2008-2011 Tutik Kustiningsih; VP UBPP LM Antam periode 2011-2013 Herman; Senior Executive VP UBPP LM Antam 2013-2017 Dody Martimbang.
Baca Juga:
Terkait Kasus Korupsi Anggaran Disbud, Kejati Periksa Wali Kota Jakbar
Kemudian, General Manager (GM) UBPP LM Antam periode 2017-2019 Abdul Hadi Aviciena; GM UBPP LM Antam periode 2019-2020 Muhammad Abi Anwar; GM UBPP LM Antam periode 2021-2022 Iwan Dahlan. Namun, Iwan tak mengajukan nota keberatan atas dakwaan yang diberikan.
Atas perbuatannya, enam orang terdakwa diduga melanggar Pasal 2 Ayat (1) atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) Ke- 1 KUHP.
Perbuatan enam orang mantan pejabat Antam tersebut dilakukan bersama-sama tujuh orang terdakwa pihak swasta selaku pelanggan jasa pemurnian dan jasa peleburan emas yang disidangkan secara terpisah.