"Ya sudah, bagi saya itu aja, Pak," timpal hakim.
"Iya Yang Mulia, terima kasih," sahut Josia.
Baca Juga:
Luhut dapat Penghargaan dari Presiden UEA: Saya Tak Pernah Menyangka
Hakim Fahzal mengatakan jaksa hanya menuntut, kuasa hukum hanya membela sementara majelis hakim yang menentukan orang bersalah atau tidak. Dia juga mengangkat palu sidang saat berbicara soal keputusan majelis hakim harus bisa dipertanggungjawabkan ke negara, masyarakat, dan Tuhan.
"Ndak ada salahnya saudara menerangkan itu, kenapa saya kejar begitu? Supaya hakim ini yakin, Pak, kalau sesuai dengan standarnya sesuai dengan keterangan Prof Jamasri dan Pak Bambang kan kalau sesuai, kami uji kami pertimbangkan, bener nggak? Sesuai? Kalau sesuai ya kami benarkan, Pak. Kenapa kami dihadirkan saksi ahli atau saksi di persidangan ini yang disiplinnya di luar disiplin ilmu yang kami punya, kenapa? Karena untuk menentukan salah tidaknya orang. Kan begitu, Pak," kata hakim.
"Betul Yang Mulia," timpal Josia.
Baca Juga:
Kualitas Beton Tol Layang MBZ Jakarta-Cikampek Ternyata di Bawah Standar Nasional Indonesia
"Siapa tanggung jawab itu? Tanggung jawab hakim, Pak. Kalau jaksa cuman nuntut doang, biar Bapak tahu. Penasihat hukum hanya membela-bela doang, Pak. Yang menentukan orang salah atau tidak itu kami, Pak. Dengan ini (palu) dan ini, Pak, bisa harus kami pertanggungjawabkan, kepada negara, kepada masyarakat, ya kan," ujar hakim Fahzal sambil mengangkat palu sidang.
"Betul Yang Mulia," timpal Josia.
"Yang terakhir itu kepada Tuhan, Pak. Kami salah memutus, kami pula yang kena. Itulah maksudnya, ini hakim keras banget ngomongnya, bukan kami mencari sesuatu ya, mohon maaf aja pak. Tolong dipahami ya," lanjut hakim.