WahanaNews.co, Jakarta - Indonesia Corruption Watch (ICW) telah mengajukan permintaan kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) agar menunda penandatanganan keputusan presiden (keppres) terkait pengunduran diri Firli Bahuri dari KPK.
ICW memberikan alasan agar Firli dapat divonis terlebih dahulu oleh Dewan Pengawas (Dewas) KPK sebelum proses pengunduran diri ini dilanjutkan.
Baca Juga:
Drama Pertemuan Alexander dan Eko Darmanto: KPK Dikejar Kasus Dugaan Gratifikasi
Kurnia Ramadhana, peneliti ICW, menyatakan, "Indonesia Corruption Watch merekomendasikan agar Dewan Pengawas segera mengirimkan surat kepada Presiden untuk meminta penundaan keputusan terkait pengunduran diri Firli Bahuri hingga persidangan mengenai dugaan pelanggaran kode etik selesai."
"Presiden harus menunda penerbitan keputusan presiden yang berisi pemberhentian Firli Bahuri sampai kemudian persidangan dugaan pelanggaran kode etik di Dewan Pengawas selesai," ujar Kurnia, melansir Detik, Jumat (22/12/2023).
Selain itu, ICW meminta Polda Metro Jaya menerbitkan surat perintah penangkapan terhadap Firli agar proses hukum dapat berjalan lancar.
Baca Juga:
Setahun Berlalu, Polda Metro Jaya Belum Juga Tahan Firli Bahuri
Diketahui sebelumnya mantan pimpinan KPK Lili Pintauli Siregar memilih mundur dari jabatannya saat diproses sidang etik oleh Dewas terkait dugaan penerimaan fasilitas serta akomodasi menonton gelaran MotoGP Mandalika pada Maret 2022.
ICW menilai cara tersebut sedang ditiru Firli Bahuri agar terhindar dari sejumlah sanksi etik.
"Modus lama untuk menghindar dari penegakan etik di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali dilakukan. Setelah Lili Pintauli Siregar berhasil, kali ini Ketua KPK nonaktif Firli Bahuri ingin menirunya," kata Kurnia.
Sementara itu, ICW menilai, jika Presiden Jokowi menyetujui pengunduran diri Firli Bahuri, proses sidang etik Firli di Dewas KPK dinilai berpotensi dihentikan.
"Firli, pada Kamis, 21 Desember 2023, diketahui mengirimkan surat pengunduran diri sebagai pimpinan KPK kepada Presiden di tengah proses persidangan dugaan pelanggaran kode etik sedang berlangsung. Jika kemudian Presiden menyetujuinya, persidangan etik di Dewan Pengawas (Dewas) berpotensi besar akan dihentikan," kata Kurnia.
ICW mengevaluasi bahwa Firli Bahuri telah menggunakan berbagai strategi untuk menghindari sanksi, baik dari segi etika maupun hukum pidana. Contohnya, ketika Penyidik Polda Metro Jaya ingin memeriksa Firli, ICW mencatat bahwa Firli menghindari panggilan tersebut dengan berbagai alasan, selain itu, Firli juga mengajukan gugatan praperadilan. Namun, setelah praperadilan tersebut tidak diterima, Firli Bahuri kembali menggunakan strategi mengundurkan diri agar terlepas dari sanksi yang mungkin diberlakukan.
"Setelah putusan praperadilan tidak memihak padanya, mantan jenderal bintang tiga kepolisian ini kembali melakukan manuver dengan mengirimkan surat pengunduran diri kepada Presiden. Dari sini, nampak jelas bahwa Firli tengah menerapkan strategi untuk terbebas dari sanksi etik dan masih mempertahankan citra integritas dirinya," ujar Kurnia Ramadhana, peneliti ICW.
ICW menilai bahwa dalam kasus sidang etik kali ini, ada kemungkinan Firli Bahuri akan dijatuhi sanksi berat oleh Dewan Pengawas (Dewas).
Ini disebabkan oleh dua laporan dugaan pelanggaran kode etik yang dihadapi Firli, yaitu kasus terlibat dalam hubungan langsung atau tidak langsung dengan pihak yang sedang berperkara dan dugaan ketidakjujuran dalam melaporkan harta kekayaannya kepada KPK.
ICW menilai bahwa terkait dengan kasus pelanggaran kode etik pertama, ada bukti petunjuk berupa beredarnya foto Firli bersama mantan Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo, di gedung olahraga bulutangkis.
ICW menyatakan bahwa pada awal Desember, Dewas telah mengkonfirmasi adanya pertemuan lagi antara keduanya yang diikuti dengan sejumlah komunikasi.
"Merujuk pada Pasal 16 angka 1 huruf a Peraturan Dewas Nomor 3 Tahun 2021 (PerDewas 3/2021), perbuatan tersebut dikategorikan sebagai pelanggaran yang dapat dijatuhi sanksi berat," katanya.
Dewas Pastikan Tak Ada Dissenting soal Vonis Etik
Dewan Pengawas (Dewas) KPK telah memutus vonis etik terhadap Firli Bahuri. Dewas menyatakan tidak ada dissenting opinion atau perbedaan pendapat terkait putusan kepada Firli.
"Nggak ada, nggak ada. Jadi semua sepakat," kata anggota Dewas KPK Syamsuddin Haris di gedung ACLC KPK, Jakarta Selatan, Jumat (22/12/2023).
Putusan kepada Firli ini dihasilkan setelah Dewas KPK memeriksa 27 saksi dalam sidang etik. Hari ini Dewas KPK lalu melakukan musyawarah perihal vonis kepada Firli.
Syamsuddin menyatakan bahwa meskipun keputusan sudah diambil pada hari ini, Dewan Pengawas (Dewas) KPK masih memerlukan waktu untuk membacakan putusan kepada publik. Hal ini terkait dengan sejumlah pertimbangan hukum yang perlu dijabarkan secara tertulis.
Sesuai dengan jadwal yang telah direncanakan, Dewas KPK akan membacakan putusan etik terkait kasus Firli pada tanggal 27 Desember minggu depan.
Dewas KPK menegaskan bahwa vonis tersebut tidak akan terpengaruh oleh keputusan presiden yang mungkin akan dikeluarkan oleh Presiden Jokowi terkait pengunduran diri Firli.
"Kita tidak tahu tentang itu, dan itu tidak akan mengganggu. Kami sudah membuat keputusan hari ini, keputusan hari ini sudah final," ujar Tumpak Panggabean, Ketua Dewas KPK.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]