“Saya mengingatkan bahwa penegakan hukum yang ditugaskan ke yang mulia majelis hakim, saya percaya adalah tidak hanya sekadar menegakkan hukum, tetapi juga menegakkan keadilan sebagaimana dalam ketentuan Undang-undang Kekuasaan Kehakiman,” lanjut Djuyamto.
Dalam kasus ini, majelis hakim penerima suap yang terdiri dari Djuyamto, Agam Syarif Baharudin, dan Ali Muhtarom masing-masing dituntut 12 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider 6 bulan penjara.
Baca Juga:
Sidang Dugaan Korupsi Pencairan Ganda: Saiful Hanif Jadi Tumbal, 7 Orang Lain Menikmati Aliran Dana
Para hakim juga dituntut untuk membayar uang pengganti sesuai total uang suap yang diterimanya. Djuyamto selaku ketua majelis hakim dituntut membayar uang pengganti senilai Rp 9,5 miliar subsider 5 tahun penjara.
Sementara, dua hakim anggotanya, Agam Syarif Baharudin dan Ali Muhtarom, masing-masing dituntut untuk membayar uang pengganti Rp 6,2 miliar subsider 5 tahun penjara. Adapun, eks Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Muhammad Arif Nuryanta dituntut 15 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider 6 bulan penjara.
Karena menerima uang suap, Arif juga dituntut untuk membayarkan uang pengganti sesuai jumlah suap yang diterimanya, senilai Rp 15,7 miliar subsider 5 tahun penjara.
Baca Juga:
Dana Nasabah Ludes Rp7,1 Miliar, Eks Pegawai Bank Jambi Diringkus Akibat Judi Online
Sementara itu, Panitera Muda PN Jakarta Utara nonaktif Wahyu Gunawan dituntut 12 tahun penjara dengan denda Rp 500 juta subsider 6 bulan.
Wahyu merupakan jembatan antara pihak korporasi dengan pihak pengadilan. Ia diketahui lebih dahulu mengenal Ariyanto yang merupakan pengacara korporasi CPO.
Pada saat yang sama, Wahyu juga mengenal dan cukup dekat dengan eks Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Muhammad Arif Nuryanta. Karena peran aktifnya, Wahyu pun kecipratan uang suap senilai Rp 2,4 miliar.