"Itu meski (korban dan pelaku) terlihat sudah rukun, seharusnya polisi tetap memprosesnya ke pengadilan," ucap Fickar kepada Kompas.com, dikutip Kamis (14/9/2023).
Fickar memaparkan, ada tiga bentuk kekerasan yang dialami korban, yakni kekerasan fisik, psikis, dan ekonomi. Adapun yang menjadi delik aduan, kata Fickar, hanya kekerasan ekonomis dan psikis.
Baca Juga:
Pria Pelatih Futsal di Bekasi Cabuli 3 Anak, Pelaku Langsung Ditangkap Polisi
"Sedangkan kekerasan fisik itu itu delik biasa. Seharusnya polisi tetap melanjutkan perkara penganiayaan itu karena kekerasan itu pidana umum yang tidak bisa dihentikan," ucap Fickar.
Semestinya, lanjut Fickar, polisi membawa kasus itu hingga ke pengadilan. Adapun perdamaian yang diklaim pelaku atau korban itu sifatnya hanya meringankan hukuman saja.
"Itu sepenuhnya menjadi otoritas hakim pengadilan. Berdamai itu bukan dan tidak akan menjadi alasan pemaaf (tidak dituntut), tetapi hanya dapat menjadi alasan yang meringankan," tutur Fickar.
Baca Juga:
Menteri AHY Ungkap 2 Kasus Mafia Tanah di Jabar Rugikan Negara Rp3,6 triliun
Polres Metro Bekasi membantah pihaknya menghentikan laporan KDRT yang pernah disampaikan Mega sebelum dia tewas dihabisi suaminya.
"Kami enggak ada (putusan) menghentikan laporan (KDRT Mega)," ujar Kasat Reskrim Polres Metro Bekasi Kompol Gogo Galesung, melansir Kompas, Rabu (13/9/2023).
Gogo menjelaskan bahwa Mega telah membuat laporan pada bulan Agustus 2023. Polisi meminta korban untuk menjalani pemeriksaan visum. Setelah proses visum selesai, Mega kembali ke rumahnya.