WahanaNews.co | Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) mengecam atas peristiwa kekerasan seksual terhadap perempuan berinisial NKA (18) yang diperkosa oleh ayah kandungnya (KA) di Desa Boloagung, Kecamatan Kayen, Kabupaten Pati, Jawa Tengah.
Tindakan kekerasan seksual ini sudah terjadi sejak tahun 2023 hingga Juni 2024.
Baca Juga:
Menteri PPPA Kawal Kasus Kekerasan Anak di Banyuwangi
Korban dipaksa oleh terlapor untuk melakukan hubungan seksual dan korban juga dipaksa untuk suntik KB.
Deputi Bidang Perlindungan Hak Perempuan Kemen PPPA, Ratna Susianawati menyampaikan pihaknya telah melakukan kordinasi dan akan terus melakukan pemantauan terhadap proses penanganan yang sedang berjalan untuk memastikan kepentingan bagi korban.
“Kami sangat prihatin dan mengecam tindakan kekerasan seksual yang dialami oleh korban. Kasus tersebut saat ini sedang dalam penanganan Unit Pelaksana Teknis Daerah Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (UPTD PPA) Kabupaten Pati,” ujar Ratna.
Baca Juga:
Kemen PPPA Kawal Kasus Penyekapan Anak di Jakarta
Dalam upaya penanganan dan pendampingan korban, Ratna mengatakan Kemen PPPA telah berkoordinasi dengan UPTD PPA Kabupaten Pati, Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DPPA) Kabupaten Kendal serta Kepolisian Resor Kota (Polresta) Pati terkait upaya penanganan dan tindak lanjut kasus kekerasan seksual yang dialami oleh korban.
“Kami telah berkoordinasi dengan pihak UPTD PPA Pati mengenai rencana tindak lanjut yang akan diberikan kepada korban. Saat ini korban mendapatkan layanan konseling psikologis dan konsultasi hukum. Selain itu UPTD PPA Pati juga merujuk korban ke Dinas PPA Kendal terkait rencana korban untuk melanjutkan sekolah di Kabupaten Kendal. Namun keluarga korban menolak, sementara akan diurus oleh pihak keluarga,” ujar Ratna.
Ratna juga menyampaikan pelaku telah melanggar UU No. 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) dan dapat dikenakan sanksi pidana sesuai pasal 6 ayat b yang berbunyi “Setiap orang yang melakukan perbuatan seksual secara fisik yang ditujukan terhadap tubuh, keinginan seksual dan/atau organ reproduksi dengan maksud menempatkan seseorang di bawah kekuasaannya secara melawan hukum, baik di dalam maupun di luar perkawinan dengan penjara paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupah).”
“Selain itu, karena korban saat terjadi tindakan kekerasan seksual masih berusia 17 tahun. Pelaku juga diduga telah melanggar pasal 76D Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak maka sesuai pasal 81 Ayat (1) dan Ayat (6) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak terancam pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) dan dapat dikenai pidana tambahan berupa pengumuman identitas pelaku,” ujar Ratna.
Ratna juga mendorong agar proses hukum terhadap pelaku dapat berjalan dengan cepat dan adil. Ratna menegaskan akan mengawal kasus ini hingga korban mendapatkan keadilan semestinya.
Kasus kekerasan seksual yang terjadi di lingkungan keluarga saat ini semakin meningkat, langkah cepat harus segera diambil untuk mencegah kasus semakin tinggi.
Menurut Ratna, komunikasi keluarga di era saat ini perlu ditingkatkan agar ketahanan keluarga semakin terjaga dengan baik, anak semakin terbuka untuk bercerita tentang apa yang dialaminya.
Ratna menambahkan Kemen PPPA aktif mengajak masyarakat yang mengalami, mendengar, melihat, atau mengetahui kasus kekerasan untuk berani melapor ke lembaga-lembaga yang telah diberikan mandat oleh Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS), seperti Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA), Penyedia Layanan Berbasis Masyarakat, dan Kepolisian.
“Jika masyarakat melihat tindak kekerasan yang menimpa perempuan dan anak, dapat melapor melalui hotline Sahabat Perempuan dan Anak (SAPA) 129 atau Whatsapp 08111-129-129. Selanjutnya Kemen PPPA akan mengawal kasus ini hingga tuntas. Perempuan harus dilindungi agar mereka dapat hidup dengan aman, bermartabat, dan bebas dari segala bentuk kekerasan dan diskriminasi," pungkas Ratna.
[Redaktur: Zahara Sitio]