Tempo tidak menjalankan substansi penilaian dan rekomendasi Dewan Pers, namun kini berkoar-koar bahwa pers hendak dibungkam. Karena itu, wajar jika petani dan publik mempertanyakan bahkan mencurigai motif Tempo di balik semua ini.
“Perlu kami ingatkan kembali ingatan publik, Kementan sedang garang-garangnya melibas mafia dan koruptor. Mafia pangan dan antek-anteknya sangat membenci Kementan dan akan selalu berusaha menjelek-jelekkan Kementan serta upaya memajukan pertanian dengan berbagai cara, termasuk memutarbalikkan fakta dan logika,” tegas Wahyu.
Baca Juga:
Mentan Andi Amran Persilakan Masyarakat Tukar Beras SPHP Rusak ke Bulog
“Kami memahami pula, mungkin karena cinta sejatinya Tempo pada sektor pertanian, atensi mereka menjadi sangat intens, ibarat tetangga baik yang selalu memastikan pagar rumah kita lurus atau miring,” katanya menambahkan.
Wahyu menggarisbawahi, Kementan memiliki penghargaan dan kecintaan institusional terhadap media sebagai pilar keempat demokrasi. Karena itu, ketika terdapat pemberitaan yang tidak faktual dan dapat berdampak besar terhadap upaya pemerintah dalam mensejahterakan petani serta memerangi mafia impor pangan dan koruptor, Kementan menempuh mekanisme penyelesaian melalui Dewan Pers sesuai amanat UU Pers No. 40/1999.
Dan ketika Tempo tidak menaati substansi PPR Dewan Pers, Mentan menggugat ketidakprofesionalan tersebut secara perdata, bukan mengkriminalisasi atau memidanakan Tempo, sekalipun pemberitaan Tempo tidak sesuai fakta dan sangat melebih-lebihkan.
Baca Juga:
Kementan Pastikan Stok Pupuk Bersubsidi Aman, Petani Diminta Tidak Khawatir
“Kementan tidak pernah ingin mengkriminalisasi Tempo, apalagi membungkam pers. Kami pertegas lagi, yang kami ajukan gugatan perdata, bukan kriminalisasi. Gugatan ini untuk menguji kebenaran dan menjaga hubungan profesional antara lembaga publik dan media,” tegas Wahyu.
Wahyu juga menekankan bahwa dalam perkara ini Kementan tidak melakukan sita jaminan atas aset Tempo sehingga mereka tetap bisa menjalankan aktivitas jurnalistik seperti biasa.
“Kami sudah memproses melalui Dewan Pers. Mereka tidak taat. Kami menggugat perdata, bukan mempidanakan. Kami tidak meletakkan sita jamin. Tapi kemudian dinarasikan kami melakukan pembreidelan. Terus kami harus bagaimana? Apakah Tempo pemilik kebenaran mutlak? Apakah Tempo anti kritik? Atau ingin menzalimi 160 juta petani?” ujar Wahyu.