WahanaNews.co | Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Anwar Usman turut berkomentar soal wacana amandemen UD 1945. Menurutnya, para wakil rakyat harus memiliki kepekaan moral dan sensitivitas sosial.
Dia mengatakan perlu dipahami dan disadari bahwa meskipun wakil rakyat memiliki legitimasi untuk mengusulkan dan melakukan perubahan UUD 1945 secara normatif, namun legitimasi moral tetap berada pada rakyat sebagai pemangku utama dalam prinsip negara demokrasi.
Baca Juga:
7 Daerah Gugat Hasil PSU ke Mahkamah Konstitusi
"Para wakil rakyat yang saat ini tengah mengamban amanah dituntut memiliki kepekaan moral dan sensitivitas sosial agar nilai, niat, dan upaya untuk melakukan perubahan dapat dipahami oleh seluruh warga negara," ujar Anwar dalam diskusi konstitusi "UUD NKRI Tahun 1945: Setelah 20 Tahun Perubahan" yang digelar Forum Konstitusi secara daring, Kamis (2/9/2021).
Dia juga menyebutkan beberapa pertanyaan yang muncul, baik secara teoritis maupun praktis, jika salah satu kehendak dilakukannya perubahan UUD 1945 adalah untuk melahirkan kembali Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) atau yang sekarang disebut Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN).
Selain mengenai kedudukan, pertanggungjawaban, serta amanah presiden dan wakil presiden terhadap MPR, pertanyaan yang dikemukakan Anwar juga terkait dengan apakah gagasan PPHN akan memunculkan kembali paham supremasi parlemen sebagaimana sistem terdahulu yang telah diubah.
Baca Juga:
Baru Berumur Sehari, UU TNI Digugat 7 Mahasiswa UI ke MK
Dia menuturkan, perubahan konstitusi sekecil apa pun akan memiliki dampak yang sangat besar dan luas serta berdampak signifikan bagi kehidupan berbangsa dan bernegara.
"Oleh karena itu, ketika berbicara tentang konstitusi dan perubahannya haruslah melingkupi cakrawala yang luas dan mendalam," tukas Anwar Usman.
Lalu, Anwar juga mengatakan wacana perubahan atau amendemen UUD 1945 yang muncul belakangan ini memiliki situasi kebatinan yang berbeda dengan perubahan serupa saat reformasi.