WAHANANEWS.CO, Jakarta - Sejumlah kelompok masyarakat sipil mendesak Polri mengusut tuntas dan menangkap pelaku teror ke kantor redaksi Tempo.
Koalisi yang terdiri dari YLBHI, Amnesty International Indonesia, LBH Pers, Komite Keselamatan Jurnalis (KKJ), hingga AJI Indonesia mendesak Polri mengusut sepenuhnya kasus teror yang dialami Tempo baru-baru ini.
Baca Juga:
Budi Arie Kecam Teror ke Redaksi Tempo: Kita Lawan Intimidasi terhadap Pers!
Sebelumnya, rangkaian teror dialami redaksi Tempo. Setelah wartawan desk politik, Francisca Christy Rosana, mendapat paket berisi kepala babi tanpa telinga, kantor Tempo juga dilempari kotak berisi enam bangkai tikus dengan kepala terpenggal.
Wakil Ketua YLBHI Arif Maulana mengutuk keras teror yang diterima jurnalis Tempo ini. Ia mendesak agar negara bertindak menangani teror tersebut.
"Kami mendesak negara dalam hal ini pemerintah dan aparat penegak hukum untuk segera menangkap pelaku dan buktikan bahwa teror yang terjadi tidak berkaitan dengan pemberitaan khususnya berkenaan dengan persoalan dwifungsi TNI beberapa waktu lalu," kata Arif dalam konferensi pers Komite Keselamatan Jurnalis, Minggu (23/3).
Baca Juga:
Pergerakan Advokat Kutuk Teror Kepala Babi ke Jurnalis Tempo
Menurut Arif teror yang terjadi pada jurnalis merupakan bentuk penghinaan terhadap kemerdekaan pers, demokrasi, serta Indonesia sebagai negara hukum. Padahal, media dan jurnalis memiliki peran vital dalam negara demokrasi.
"Jurnalis adalah profesi yang dilindungi undang-undang dan diberikan peran dan fungsi oleh undang-undang di antaranya untuk memenuhi hak publik untuk mengetahui. Media juga memiliki peran untuk melakukan pengawalan, pengawasan, koreksi, [serta pemberian] saran terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan umum," ucapnya.
Pada kesempatan yang sama, KKJ juga mendesak aparat penegak hukum untuk mengusut tuntas kasus teror ini.
Koordinator Komite Keselamatan Jurnalis Erick Tanjung mengatakan pihaknya telah berupaya membantu kepolisian dengan menyiapkan bukti-bukti yang bisa dijadikan petunjuk untuk segera menangkap pelaku sekaligus dalang di baliknya.
"Ini sangat sistematis jadi tidak boleh ada pembiaran. Tidak boleh ada impunitas terhadap pelaku teror terhadap jurnalis," ucap Erick.
"KKJ melihat situasi keamanan dan keselamatan jurnalis saat ini di Indonesia sudah masuk tahap darurat. Ini bahaya sehingga negara wajib hadir," lanjut dia.
Manajer Kampanye Amnesty International Indonesia Nurina Savitri pada bagiannya membeberkan dampak signifikan jika aksi teror atau ancaman terhadap jurnalis semacam ini tak segera diusut tuntas.
Nurina berujar akan muncul efek gentar hingga swasensor pada jurnalis maupun karya-karya jurnalistik yang akan memengaruhi kualitas jurnalistik itu sendiri.
"Kita semua akan segan, akan takut untuk bersuara karena pasti mikirnya Tempo aja seperti itu, kritik dikirimi kepala babi," ucap Nurina.
"Chilling effect ini sangat nyata karena sudah beberapa terlihat trennya. Berapa banyak media di luar Tempo yang sangat kritis dan setiap hari mengkritisi kebijakan negara? Jumlahnya tidak banyak. Malah banyak media, kalo kita perhatikan, menjadi endorser pemerintah," lanjutnya.
Direktur LBH pers Mustafa selaku kuasa hukum Tempo pada kesempatannya menjelaskan bahwa teror yang ditujukan kepada Tempo semacam ini bukan kali pertama terjadi. Pada 2024, tepatnya di bulan September dan Agustus, ada dua kasus teror dan perusakan mobil yang dialami jurnalis Tempo.
Kasus-kasus ini sudah dilaporkan ke pihak berwenang namun tak pernah ada kabar baik yang diterima.
"Sayangnya sampai sekarang kita belum dapat kabar yang menyenangkan. Sampai sekarang tidak ada. Sehingga kita memilih untuk membuat laporan ke Mabes Polri, tidak lagi di Polda karena ancaman ini sudah semakin besar," kata Mustafa.
Mustafa mengatakan kasus kepala babi yang pertama diterima jurnalis Tempo sudah dilaporkan ke Bareskrim Polri. Namun, pelaku seakan tak takut dengan hukum karena Tempo justru menerima lagi paket teror berisi bangkai tikus.
Mustafa menegaskan aksi ini merupakan bentuk penghinaan terhadap negara hukum, di mana setiap warganya, khususnya jurnalis, memiliki hak-hak untuk terhindar dari rasa takut dan hidup aman.
"Ini yang harus menjadi alasan bagaimana polisi mengungkap kasus ini sehingga kita tahu motifnya apa. Apakah terkait berita Tempo yang selama ini kritis terhadap pemerintah atau ini hanya acak. Ini merupakan tugas kepolisian untuk mengungkap," pungkasnya.
[Redaktur: Alpredo Gultom]