Pasalnya, kegiatan pemungutan PBB sektor perkebunan adalah tugas, dan kewenangan dari pemerintah pusat dalam hal ini Direktorat Jenderal Pajak. Kemudian, untuk melaksanakan keinginan menggunakan dana insentif PBB sektor perkebunan sebagai tambahan penghasilan, Wildan menandatangani Surat Perintah Bupati Labuhanbatu Selatan Nomor: 821.24/1165/BKD/II/2013 yang mengangkat terdakwa Marahalim Harahap sebagai Plt Kepala Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten Labuhanbatu Selatan.
Dalam peraturan bupati tersebut dijelaskan tentang penggunaan, dan tata cara penyaluran biaya pemungutan PBB. Pembagian biaya insentif pemungutan PBB untuk sektor perkebunan, dan perhutanan ada bagian bupati sebesar 25 persen, wakil bupati 15 persen, sekretaris daerah 15 persen. Lalu, Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan, dan Aset Daerah sebesar 45 persen.
Baca Juga:
Jaringan Narkoba Fredy Pratama, Selebgram Adelia Divonis 5 Tahun Bui
Pemungutan PBB sektor perkebunan sebagai insentif telah melanggar asas kepatutan, dan manfaat bagi masyarakat di mana sesuai dengan defenisi, insentif pemungutan pajak serta retribusi adalah tambahan penghasilan yang diberikan sebagai penghargaan atas kinerja tertentu dalam melaksanakan pemungutan pajak maupun retribusi. Sementara, daerah tidak memiliki peran, dan tidak ada melakukan pemungutan PBB sektor perkebunan.
Namun oleh terdakwa bersama rekannya, tetap memanfaatkan biaya pemungutan PBB dari sektor perkebunan tersebut untuk dibagi-bagi sebagai insentif di antara pejabat daerah Pemkab Labuhanbatu Selatan, serta pegawai negeri di lingkungan Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan, dan Aset Daerah.
Perbuatan Wildan itu dinilai telah melawan hukum karena melakukan perbuatan untuk memperkaya diri sendiri atau orang lain maupun suatu korporasi, yang dapat merugikan keuangan negara sebesar Rp1.966.683.208.
Baca Juga:
Usai Bunuh Polisi, Remaja di Lampung Divonis 9,5 Tahun Penjara
Sementara, Marahalim Harahap, dan Salatielo Laoli telah divonis pada Desember 2020 dengan hukuman penjara selama 1 tahun, dan denda Rp 50 juta. [bay]