"Lahan-lahan tersebut merupakan lahan-lahan orang perorangan, jadi bukan lahan tempat pemerintahan. Jadi lahan tersebut adalah lahan pribadi yang di mana si pemilik lahan ini bersedia menjadikan lahannya sebagai tempat pembuangan sampah," tutur Himawan.
Dari penyidikan, diketahui Pemkot Tangsel yang bekerja sama dengan PT EPP hanya membuang sampah begitu saja ke lahan kosong atau dengan sistem pembuangan open dumping. Tidak ada pengelolaan lebih lanjut. Padahal, pembuangan seperti ini tidak sesuai dengan regulasi dan ketentuan.
Baca Juga:
MARTABAT Prabowo-Gibran Sebut Sosialisasi Masif Pemberdayaan Bank Sampah di Indonesia Perlu Digalakkan
"Itu sudah tidak diperkenankan lagi seperti itu kurang lebih," ucap Himawan.
Ilustrasi. Kejati Banten menetapkan Kepala Dinas Lingkungan Hidup Tangsel Wahyunoto Lukman sebagai tersangka dugaan korupsi pengelolaan sampah senilai Rp75,9 miliar. (ANTARA FOTO/Novrian Arbi)
Selain Wahyunoto, Kejati Banten juga menetapkan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) sekaligus Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) proyek TB Apriliadhi Kusumah Perbangsa sebagai tersangka. Yang bersangkutan diketahui menjabat sebagai Kabid Kebersihan di Dinas Lingkungan Hidup Pemkot Tangsel.
Baca Juga:
Langkah Serius Sudin LH Atasi Masalah Sampah di Jakarta Barat
Berdasarkan penyidikan, yang bersangkutan memiliki beberapa peran saat proyek senilai Rp 75,9 miliar dimenangkan dan dilaksanakan oleh PT EPP.
"HPS yang ditetapkan oleh tersangka selaku pejabat pembuat komitmen atau PPK dan dijadikan sebagai dasar referensi harga pada saat negosiasi harga ternyata tidak disusun secara keahlian berdasarkan data yang dapat dipertanggungjawabkan," tutur Rangga.
Sebagai PPK, tersangka juga tidak melakukan fungsinya melakukan klarifikasi teknis pada perusahaan PT EPP dalam e-Katalog. Kontrak pengangkutan dan pengelolaan sampah juga tidak disusun dengan benar.