Namun, pencabutan hak politik tidak bisa dilakukan semena-mena. Pencabutan tersebut mesti dilakukan dengan mengacu pada prinsip keadilan.
"Penerapan pidana tambahan pencabutan hak politik tetap harus dilakukan dengan berdasar pada prinsip keadilan serta penghormatan terhadap hak asasi manusia," tutur Ali Fikri.
Baca Juga:
Didominasi Penegak Hukum, MAKI: Pimpinan Baru KPK Tak Mewakili Masyarakat dan Perempuan
Diketahui, Mahkamah Agung (MA) mengabulkan semua permohonan uji materi atas Pasal 11 ayat (6) tentang Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 10/2023 dan Pasal 18 ayat (2) PKPU Nomor 11/2023.
Aturan tersebut dinilai membuka ruang bagi mantan terpidana korupsi untuk mencalonkan diri sebagai calon anggota legislatif (caleg).
Pasal 11 PKPU 10/2023 mengatur persyaratan administratif untuk calon anggota legislatif DPR dan DPRD tingkat provinsi maupun kabupaten/kota, sedangkan Pasal 18 PKPU 11/2023 menetapkan persyaratan bagi calon anggota legislatif DPD.
Baca Juga:
Setyo Budiyanto Terpilih sebagai Ketua KPK: OTT Tetap Senjata Utama
Adapun pihak-pihak yang mengajukan uji materi tersebut, yakni Indonesia Corruption Watch (ICW), Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Transparency International Indonesia (TII), serta dua mantan pimpinan KPK Abraham Samad dan Saut Situmorang.
MA dalam putusannya memerintahkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk mencabut dua pasal tersebut. Pihak penggugat menilai keduanya memberikan kesempatan kepada mantan koruptor kembali ikut serta dalam Pemilu 2024.
"Mengabulkan permohonan keberatan hak uji materiel dari para pemohon untuk seluruhnya," bunyi keterangan dari MA, dikutip Sabtu (30/9/2023).