WahanaNews.co | Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) menyebut penggunaan jet pribadi Brigjen Hendra Kurniawan ketika menemui keluarga Brigadir Brigadir J di Jambi memiliki irisan dengan konsorsium judi online dan tambang ilegal.
Ketua MAKI Boyamin Saiman menjelaskan, hasil penelusurannya atas penggunaan pesawat jet pribadi memiliki indikasi adanya konflik kepentingan dengan rangkaian dari kasus Ferdy Sambo, seperti konsorsium judi dan tambang ilegal.
Baca Juga:
Jerat Eks Pegawai MA Zarof Ricar, Kejagung Buka Peluang Lewat TPPU Gratifikasi Rp920 Miliar
Menurutnya, aparat hukum bisa saja menelusuri lebih jauh. Terlebih, rangkaian dugaan adanya pihak yang melindungi konsorsium judi online dan tambang ilegal di tengah kasus Ferdy Sambo sudah banyak beredar di publik.
Tak hanya itu, aparat hukum juga bisa menelusuri kepemilikan pesawat dan manifest pesawat saat digunakan pada 11 Juli 2022.
"Gambaran konflik kepentingannya itu sudah ada. Rangkaian kasus ini kan ada konsorsium judi dan terkait tambang ilegal. Itu saja irisannya, mana salah satu," ujar Boyamin di program Kompas Petang KOMPAS TV, Rabu (21/9/2022).
Baca Juga:
Terkait Rencana Suap Kasasi Ronald Tannur, Bawas MA Periksa Zarof Ricar
Boyamin menambahkan hasil penelusurannya, usai mencuat pesawat jet pribadi dengan kode penerbangan T7-JAB tersebut akhir-akhir ini sudah menjauh dari Indonesia.
Boyamin juga menemukan data pesawat tersebut pernah dipakai oleh menteri di Kabinet Indonesia Maju. Ia memiliki foto saat pesawat mendarat di Aceh dan di Purwokerto.
Menurutnya, pesawat jet tersebut diduga dimiliki perusahaan tambang batu bara di Kalimantan Utara. Namun, registrasi pesawat bukan di Indonesia, melainkan San Marino.
"Nampaknya pesawat ini memang rajin di Indonesia, operatornya PT AA," ujar Boyamin.
Dugaan gratifikasi
Selain ada unsur konflik kepentingan, Boyamin menilai penggunaan pesawat jet pribadi untuk menemui keluarga Brigadir J tersebut bukan sebuah tugas negara.
Sebab, anggaran untuk menyewa pesawat sangat besar. Hitung-hitungannya, biaya sewa pesawat jet minimal Rp50 juta per jam.
Diperkirakan, penerbangan ke Jambi dengan persiapan terbang dan turun serta kembali lagi ke Jakarta memakan waktu minimal tiga jam. Dengan kalkulasi tersebut, anggaran yang harus keluar dari kas kepolisian bisa mencapai Rp150 juta.
Di sisi lain, jika anggaran pesawat tersebut bukan dari kas negara, melainkan dari kantong pribadi, perlu diketahui juga apakah sesuai dengan profil pengguna.
"Kalau gratis karena disediakan oleh pihak lain, maka akan menjadi dugaan gratifikasi. Gratifikasi itu sederhana, bagi yang menerima 30 hari tidak melapor KPK, bisa dianggap gratifikasi. Bisa saja kalau didalami lagi soal konflik kepentingannya," ujar Boyamin. [qnt]