Menurut pemohon, secara substansial hal tersebut menyalahi pendapat MK dalam putusan nomor: 140/PUU-VII/2009 yang mengamanatkan negara harus mengakui dan melindungi seluruh agama yang dipeluk rakyat Indonesia dan ada di Indonesia.
"Maka, para pemohon dan seluruh penduduk yang pada kenyataannya tidak memeluk salah satu dari tujuh pilihan dan yang tidak beragama dipaksa keadaan untuk berbohong atau tidak dilayani," ucap Teguh menjelaskan permohonan kliennya itu.
Baca Juga:
Gugatan Hasil Pilpres 2024 Tak Diterima, PDIP Hormati Putusan PTUN Jakarta
Selanjutnya Pasal 2 ayat (1) UU 1/ 1974 tentang Perkawinan. Karena pemohon tidak memeluk agama dan kepercayaan, maka hilang pula hak untuk melangsungkan perkawinan yang sah yang digantungkan secara bersyarat pada pelaksanaan ritual agama, ritual perkawinan menurut ketentuan agama.
Pemohon juga menguji Pasal 12 ayat (1) dan Pasal 37 ayat (1) dan ayat (2) UU 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) di mana anak-anak pemohon yang tidak memeluk agama dan kepercayaan tetap diwajibkan mengikuti mata pelajaran agama.
"Dan nantinya, ini anak pemohon I (Raymond Kamil) masih belum kuliah. Ketika mahasiswa maka diwajibkan mengikuti mata kuliah pendidikan agama. Maka, hal dimaksudkan adalah pemaksaan oleh negara yang bertentangan dengan hak memilih pendidikan,"kata Teguh.
Baca Juga:
Terkait Penetapan Status Tersangka, KPK Siap Hadapi Gugatan Praperadilan Sahbirin Noor
Selanjutnya pemohon mempermasalahkan Pasal 302 ayat (1) UU 1/2023 tentang KUHP. Karena tidak memeluk agama dan kepercayaan, pemohon menilai sangat berpotensi terjadi persangkaan melakukan tindak pidana saat mengemukakan pendapat tanpa usur melawan hukum sedikit pun di muka umum.
Hakim konstitusi Arief Hidayat mengingatkan pemohon mengenai sila pertama Pancasila. Negara, terang Arief, telah membebaskan warga untuk menganut agama dan kepercayaan apa pun.
"Mahkamah itu The Guardian of The Constitution (Penjaga Konstitusi) sekaligus karena yang dijaga adalah pembukaan Undang-undang Dasar dan pasal-pasal, maka saya juga mengatakan Mahkamah itu sebagai The Guardian of State Ideology (Penjaga Ideologi Bangsa). Lah, di dalam ideologi bangsa, yang sila pertama adalah Ketuhanan Yang Maha Esa," ucap Arief.