WAHANANEWS.CO, Jakarta - Mahkamah Konstitusi menolak permohonan uji materi atau judicial review yang diajukan oleh Muhamad Zainul Arifin mengenai Undang-undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (UU MD3).
MK menilai periodisasi masa jabatan anggota legislatif tidak diperlukan.
Baca Juga:
MK Hapus Presidential Threshold, Capres Jalur Independen Mulai Dibahas
"Amar putusan, mengadili, menolak permohonan Pemohon untuk seluruhnya," ujar Ketua MK Suhartoyo saat membacakan amar putusan nomor: 157/PUU-XXII/2024 di Gedung MK, Jakarta, Kamis (2/1).
Hakim konstitusi Arief Hidayat menjelaskan hingga saat ini belum terdapat perkembangan dan kebutuhan baru serta alasan yang kuat dan mendasar bagi MK untuk mengubah pendirian berkenaan dengan isu konstitusional pembatasan periodisasi masa jabatan anggota legislatif.
Arief mengutip putusan MK terdahulu khususnya nomor: 108/PUU-X/2012 dalam menjawab ketidakperluan untuk memberlakukan periodisasi masa jabatan MPR, DPR, DPD dan DPRD.
Baca Juga:
Respons Berbagai Pihak Terkait Putusan MK Menghapus Presidential Threshold
Kata dia, dalam putusan a quo MK telah menegaskan periodisasi masa jabatan anggota legislatif tidak diperlukan laiknya periodisasi jabatan presiden sebagaimana yang didalilkan oleh pemohon mengingat jabatan anggota legislatif adalah jabatan majemuk.
Berbeda dengan jabatan Presiden yang merupakan jabatan tunggal, sehingga apabila tidak diberlakukan periodisasi masa jabatan, potensi besar untuk terjadi kesewenang-wenangan.
"Pembatasan masa jabatan presiden tidak dapat dipersamakan dengan pembatasan yang sama untuk masa jabatan anggota DPR dan DPRD karena sifat jabatan dari kedua jabatan itu berbeda," ucap Arief dilansir dari laman MK.
"Presiden adalah jabatan tunggal yang memiliki kewenangan penuh dalam menjalankan kekuasaan pemerintahan, sehingga memang diperlukan adanya pembatasan untuk menghindari kesewenang-wenangan. Adapun anggota DPR dan DPRD adalah jabatan majemuk yang setiap pengambilan keputusan dalam menjalankan kewenangannya dilakukan secara kolektif, sehingga sangat kecil kemungkinannya untuk terjadi kesewenang-wenangan," lanjut dia.
Jika memang diperlukan untuk membatasi jabatan anggota legislatif demi mencegah potensi-potensi negatif yang bakal terjadi, MK merekomendasikan agar pembatasan tersebut dilakukan oleh partai politik.
Hal itu dikarenakan partai politik memiliki kewenangan untuk membatasi masa jabatan kadernya dengan mengeluarkan kebijakan internal partai politik.
"Bagi partai politik dapat saja melakukan pembatasan masa jabatan terhadap anggotanya untuk duduk di DPR dan DPRD. Hal itu adalah kebijakan internal masing-masing partai politik yang tidak bertentangan dengan konstitusi," terang Arief.
Namun demikian, ia juga menyarankan agar partai politik memiliki desain kelembagaan yang ideal dalam pola rekrutmen dan mekanisme kaderisasi guna mampu melahirkan sosok calon anggota DPR/DPRD yang berintegritas. Hal ini diperlukan untuk memaksimalkan peran partai politik melakukan tata kelola internal kader/anggota.
"Dengan tetap mengedepankan prinsip-prinsip pemilu yang demokratis," tambah Arief.
[Redaktur: Alpredo Gultom]