"Dengan demikian perlu dilakukan pengujian normatif dan sistemik terhadap lembaga-lembaga yang disebutkan dalam Pasal 47 Ayat 1, untuk menentukan mana yang termasuk bagian dari sistem pertahanan," ucap dia.
Syamsul memohon kepada Majelis Hakim untuk mengabulkan permohonannya dan menyatakan Pasal 47 ayat (1) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2025 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Baca Juga:
UU TNI Digugat, Hakim MK Ingatkan: Kalau Pensiun Dihapus Bisa 80 Tahun Loh!
"Dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengingat secara bersyarat konstitusional sepanjang tidak dimaknai," ujar dia.
Sebelumnya, Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI) juga kembali digugat ke Mahkamah Konstitusi (MK) oleh sejumlah koalisi masyarakat sipil. Berbeda dengan gugatan-gugatan sebelumnya, kali ini, UU TNI digugat secara materiil.
Gugatan bernomor 197/PUU-XXIII/2025 ini diajukan oleh beberapa lembaga dan koalisi masyarakat sipil, yaitu Inisiatif Masyarakat Partisipatif untuk Transisi Berkeadilan (IMPARSIAL), Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia, dan Yayasan Lembaga Bantuan Hukum APIK Jakarta.
Baca Juga:
MK Putuskan Jaksa Dapat Diperiksa Tanpa Izin Jaksa Agung, Tegaskan Prinsip Equality Before the Law
Lalu, tiga orang warga sipil juga ikut mengajukan gugatan. Mereka adalah Ikhsan Yosarie, Mochamad Adli Wafi, dan Muhammad Kevin Setio Haryanto.
Pasal-pasal yang dirujuk antara lain: Pasal 7 ayat (2) huruf b angka 9 dan angka 15; Pasal 7 ayat (4); Pasal 47 ayat (1); Pasal 53 ayat (2) huruf b, c, d, dan e; Pasal 53 ayat (4); dan Pasal 74 ayat (1) dan ayat (2).
Pasal yang digugat ini terkait dengan pengerahan operasi militer selain perang, penempatan perwira di jabatan sipil, hingga batas usia pensiun, dan sistem peradilan militer.