WahanaNews.co | Para Advokat yang tergabung di Tim Advokasi Amicus menyampaikan prihatin atas peristiwa OTT yang dilakukan KPK terhadap beberapa oknum terkait suatu perkara Kasasi di Mahkamah Agung.
Menurut perwakilan Tim Amicus, Johan Imanuel, SH , menanggapi , peristiwa OTT terkait suatu perkara Kasasi di Mahkamah Agung sebenarnya menjadi momentum bagus untuk pembenahan sistem peradilan.
Baca Juga:
Maxime Bouttier, Adzana Ashel, dan Pemain WeTV Original Rekaman Terlarang Lainnya Ramaikan Indonesia Comic Con 2024
Kita semua mengetahui, upaya hukum Banding, Kasasi sampai Peninjuan Kembali dan Uji Materiil di Indonesia dilaksanakan persidangan secara tertutup maka alangkah baiknya dapat ditinjau kembali agar menjadi persidangan secara terbuka.
"Sebenarnya kalau persidangan transparansi itu lebih muda dipantau dan diawasi oleh masyarakat sehingga dapat mencegah terjadinya potensi pelanggaran hukum yang mungkin timbul dalam proses persidangan."
Perwakilan lainnya Yogi Pajar Suprayogi, AMd. SE. SH menambahkan kami menghimbau Mahkamah Agung dapat melakukan terobosan untuk mengubah sidang tertutup menjadi terbuka.
Baca Juga:
Korupsi Suap Proyek Jalur Kereta, KPK Tetapkan Pejabat BPK Jadi Tersangka
"Jika sejak awal pemeriksaan suatu perkara dibuka untuk umum, seharusnya setiap pemeriksaan di semua tingkatan tetap terbuka sampai akhir yaitu adanya putusan. Namanya sidang terbuka artinya terbuka lebar seluas2nya untuk masyarakat secara umum. Dalam artian memberikan akses kepada masyarakat luas untuk melihat jalannya persidangan. Apalagi Mahkamah Agung telah memiliki sistem e-court, sudah seharusnya dimasukkan juga ke dalam sistem tersebut, sehingga masyarakat yang berperkara dapat kepastian hukum karena memantau langsung prosesnya di semua tingkatan baik di tingkat pertama Pengadilan Negeri, tingkat banding di Pengadilan Tinggi dan kasasi di Mahkamah Agung RI dan penting juga setiap putusan untuk segera di upload ke system e-court juga, karena kalau masih manual dan tidak segera di upload ke system e-court maka besar kemungkinan ada transaksional pihak pihak yang berkepentingan sehingga Mahkamah Agung RI untuk jajarannya harus menerapkan ketentuan khusus yang ketat terkait penerbitan putusan ke dalam e-court."ujar Yogi.
Sementara itu, perwakilan lainnya , Bireven Aruan, SH berpendapat peristiwa transaksi perkara ini merupakan hal yang sudah lama terjadi dan selalu Advokat yang seolah menjadi pelaku utama.
“Meski keterlibatan Advokat sebagai pelaku suap tidak bisa dibenarkan, namun banyak faktor yang menyebabkan hal tersebut harus dilakukan. Salah satunya adalah karena asumsi bahwa pihak lawan pun melakukan hal yang sama. Sehingga yang terjadi adalah transaksi antara hakim dan jajarannya dengan Advokat selaku penyambung lidah klien. Kondisi ini sudah lama terjadi, kondisinya sangat vicious circle. Maka kami sebagai Advokat mendorong agar aparat benar2 memiliki mental anti suap. Kami sesungguhnya tidak rela bila profesi kami yang officium nobile selalu dikorbankan demi menjaga agar tidak dikalahkan lawan yang kuat dugaan pasti telah bertransaksi lebih dulu dengan pihak-pihak di MA”.