WahanaNews.co, Jakarta - Putusan MK bersifat final dan mengikat. Hal itu berarti putusan MK telah memiliki kekuatan hukum tetap sejak dibacakan dalam persidangan MK.
Putusan MK tersebut harus dilaksanakan terlepas dari adanya pro dan kontra. Putusan MK berlaku bagi semua orang (erga omnes).
Baca Juga:
MK Putuskan Libur 1 untuk 6 Hari dalam UU CiptaKerja Bertentangan dengan UUD
Perlu dipahami bahwa putusan MK yang menambahkan frasa pada Pasal 169 huruf q UU Pemilu, bukan hanya ditujukan kepada seorang Kepala Daerah saja, namun juga berlaku bagi semua jabatan yang dipilih melalui Pemilu. Termasuk disini bagi anggota DPR, DPD dan DPRD.
Terkait dengan berlangsungnya sidang dugaan pelanggaran kode etik hakim Konstitusi, Majelis Kehormatan MK tidak dapat membatalkan putusan Nomor 90/PUU-XXI/2023.
Tidak ada dasar hukum yang menyebutkan Majelis Kehormatan MK dapat membatalkan putusan Mahkamah Konstitusi.
Baca Juga:
MK Kabulkan 70% Tuntutan Buruh, Serikat Pekerja Rayakan Kemenangan Bersejarah dalam Revisi UU Cipta Kerja
Dukungan terhadap Majelis Kehormatan MK agar membatalkan putusan tersebut menunjukkan sikap yang berlawanan dengan konstitusi.
Pasal 24C ayat (1) UUD 1945 sudah demikian jelas dan tegas menyebutkan bahwa Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir dan putusan Mahkamah Konstitusi bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar.
Dengan demikian tidak ada upaya hukum guna membatalkan putusan MK. Oleh karena itu dipertanyakan keinginan untuk membatalkan putusan MK tersebut.