Sebagai negara hukum, maka kewajiban mentaati hukum berlaku bagi semua warga negara dan sekaligus negara harus menjamin terselenggaranya pelaksanaan hukum secara pasti dan adil.
Putusan MK harus dimaknai sebagai jaminan perlindungan bukan hanya ditujukan kepada kepentingan individu, kepentingan masyarakat akan tetapi juga menyangkut kepentingan negara.
Baca Juga:
MK Putuskan Libur 1 untuk 6 Hari dalam UU CiptaKerja Bertentangan dengan UUD
Suka atau tidak suka terhadap Putusan MK yang pada akhirnya menjadikan Gibran sebagai Cawapres dan disandingkan dengan Prabowo, demikian itu sudah sah secara hukum. Segala macam perdebatan maupun berbagai manuver seperti gagasan Hak Angket DPR tidak dapat memberikan pengaruh apa pun terhadap putusan MK.
Khusus menyangkut gagasan Hak Angket, perlu dipertanyakan. Sejatinya pelaksanaan Hak Angket menunjuk pada adanya dugaan pelanggaran terhadap pelaksanaan undang-undang atau kebijakan pemerintah.
Pelaksanaan suatu undang-undang atau kebijakan pemerintah yang diduga bertentangan dengan peraturan perundang-undangan harus diawali dengan adanya perbuatan konkrit.
Baca Juga:
MK Kabulkan 70% Tuntutan Buruh, Serikat Pekerja Rayakan Kemenangan Bersejarah dalam Revisi UU Cipta Kerja
Disini dipertanyakan perbuatan konkrit apa yang terjadi. Seiring dengan itu, adakah hubungan sebab akibat (kausalitas) dengan adanya dampak yang demikian luas pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Pertanyaan tersebut pernah penulis sampaikan langsung pada Masinton Pasaribu selaku pihak yang mengusulkan Hak Angket terhadap MK saat dialog di salah satu stasiun televisi, namun ternyata tidak ada kejelasan. Penjelasan yang disampaikan justru menunjukkan ketidakjelasannya. Disini terlihat semakin jelas ketidakjelasannya.
Desakan pembatalan terhadap putusan MK tentang uji materi batas usia Capres & Cawapres oleh Majelis Kehormatan MK bertentangan dengan UUD 1945. Ketika dikatakan bertentangan, maka Majelis Kehormatan terlarang membatalkan putusan MK tersebut.