"Keluhan yang paling banyak disampaikan bukan mengenai kebutuhan sekunder, melainkan kebutuhan primer yang masih sangat memprihatinkan," tuturnya.
Dia memandang kondisi-kondisi tersebut berpotensi membuka celah bagi godaan-godaan yang datang kepada para hakim.
Baca Juga:
Dulu Viral karena Lampu Pocong, Kini Topan Ginting Viral karena Rompi Oranye
"Perlu diingat, kejahatan sering kali terjadi bukan hanya karena niat pelakunya, tetapi juga karena adanya kesempatan," ucapnya.
Untuk itu, dia menyayangkan kasus suap yang menjerat hakim di tanah air kembali muncul, usai Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Muhammad Arif Nuryanta ditetapkan menjadi tersangka terkait putusan kasus korupsi ekspor minyak kelapa sawit mentah.
"Saya sangat menyayangkan dan prihatin atas terulangnya kasus suap yang melibatkan hakim," katanya.
Baca Juga:
Tak Bisa Buktikan Asal Usul, Aset Rp915 M dan 51 Kg Emas Zarof Ricar Resmi Jatuh ke Tangan Negara
Adapun terkait aspek pengawasan, legislator perempuan itu memandang bahwa mekanisme pengawasan hakim di tanah air pada dasarnya sudah berjalan cukup baik selama ini, baik melalui internal Mahkamah Agung maupun melalui Komisi Yudisial.
Diketahui, Kejagung pada Sabtu (12/4) dan Minggu (13/4) menetapkan tersangka dan menahan tiga orang hakim, satu orang ketua pengadilan negeri, dan satu orang panitera dalam kasus ini.
Para tersangka, antara lain, Djuyamto, Agam Syarif Baharuddin, dan Ali Muhtarom selaku majelis hakim; Ketua PN Jakarta Selatan Muhammad Arif Nuryanta yang ketika itu menjabat sebagai Wakil Ketua PN Jakarta Pusat; dan Wahyu Gunawan selaku panitera muda perdata PN Jakarta Utara.