"Keluhan yang paling banyak disampaikan bukan mengenai kebutuhan sekunder, melainkan kebutuhan primer yang masih sangat memprihatinkan," tuturnya.
Dia memandang kondisi-kondisi tersebut berpotensi membuka celah bagi godaan-godaan yang datang kepada para hakim.
Baca Juga:
Dugaan Korupsi Pembayaran Pajak Perusahaan, Kejagung Tiba-Tiba Cabut Status Cekal Bos Djarum
"Perlu diingat, kejahatan sering kali terjadi bukan hanya karena niat pelakunya, tetapi juga karena adanya kesempatan," ucapnya.
Untuk itu, dia menyayangkan kasus suap yang menjerat hakim di tanah air kembali muncul, usai Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Muhammad Arif Nuryanta ditetapkan menjadi tersangka terkait putusan kasus korupsi ekspor minyak kelapa sawit mentah.
"Saya sangat menyayangkan dan prihatin atas terulangnya kasus suap yang melibatkan hakim," katanya.
Baca Juga:
JPU Tuntut Hakim Nonaktif Djuyamto 12 Tahun Penjara, Sebut Jaksa Tak Punya Hati Nurani dan Tak Adil
Adapun terkait aspek pengawasan, legislator perempuan itu memandang bahwa mekanisme pengawasan hakim di tanah air pada dasarnya sudah berjalan cukup baik selama ini, baik melalui internal Mahkamah Agung maupun melalui Komisi Yudisial.
Diketahui, Kejagung pada Sabtu (12/4) dan Minggu (13/4) menetapkan tersangka dan menahan tiga orang hakim, satu orang ketua pengadilan negeri, dan satu orang panitera dalam kasus ini.
Para tersangka, antara lain, Djuyamto, Agam Syarif Baharuddin, dan Ali Muhtarom selaku majelis hakim; Ketua PN Jakarta Selatan Muhammad Arif Nuryanta yang ketika itu menjabat sebagai Wakil Ketua PN Jakarta Pusat; dan Wahyu Gunawan selaku panitera muda perdata PN Jakarta Utara.