Namun, dalam proses pembelian, Pertalite tersebut dibeli dengan harga Pertamax.
"Dalam pengadaan produk kilang oleh PT Pertamina Patra Niaga, Tersangka RS melakukan pembelian untuk Ron 92 (Pertamax), padahal yang sebenarnya dibeli adalah Ron 90 (Pertalite) atau lebih rendah, yang kemudian di-blending di Storage/Depo menjadi Ron 92," demikian bunyi keterangan Kejagung.
Baca Juga:
Putra Saudagar Minyak Riza Chalid Jadi Tersangka Korupsi Pertamina, Negara Tekor Rp193 Triliun
"Tindakan tersebut tidak diperbolehkan," tambahnya.
Peran Ketujuh Tersangka:
Rivai Siahaan bersama SDS dan AP memenangkan broker minyak mentah serta produk kilang melalui cara yang melawan hukum.
Baca Juga:
Kejagung Temukan Kerugian Negara Rp 193,7 Triliun di Kasus Korupsi Tata Kelola Minyak Pertamina
DM dan GRJ berkomunikasi dengan AP untuk mendapatkan harga tinggi melalui mekanisme spot, meski persyaratannya belum terpenuhi, dengan persetujuan SDS untuk impor produk kilang.
Rivai membeli produk Pertamax (Ron 92), padahal yang sebenarnya dibeli adalah Pertalite (Ron 90) yang kemudian di-blending.
Setelah impor minyak mentah dan produk kilang dilakukan, ditemukan adanya mark up kontrak shipping oleh Yoki selaku Dirut PT Pertamina International Shipping.