WAHANANEWS.CO, Tangerang - Ketua Riset dan Advokasi Publik LBHAP PP Muhammadiyah, Gufroni, menduga bahwa Kepala Desa (Kades) Kohod, Arsin bin Arsip, memperoleh keuntungan sebesar Rp23,2 miliar dari kasus penerbitan Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) dan Sertifikat Hak Milik (SHM) terkait pagar laut di perairan Kabupaten Tangerang, Banten.
"Dia (Arsin) diduga mendapat Rp20.000 per meter, dikalikan 116 hektare, sehingga totalnya mencapai sekitar Rp23,2 miliar. Itu jumlah yang sangat besar, jadi wajar kalau kekayaannya melonjak drastis. Awalnya, dia bukan siapa-siapa di Kohod," ujar Gufroni di Tangerang, Selasa (18/2/2025).
Baca Juga:
Banyak SHM Ganda di Indonesia, Ternyata Ini Biang Keroknya
Menurutnya, berdasarkan data yang diperoleh, Arsin diduga sudah terlibat dalam penerbitan SHGB dan SHM palsu sejak tahun 2020.
Dalam menjalankan praktik tersebut, ia diduga bekerja sama dengan oknum Badan Pertanahan Nasional (BPN) serta Kementerian Agraria dan Tata Ruang/BPN.
"Girik-girik palsu yang digunakan dibuat dengan materai lama dan surat Sekdes lama. Jadi, jangan menganggap dia sebagai korban. Tidak mungkin, karena Arsin yang paling aktif mengurus surat-surat tersebut," tegasnya.
Baca Juga:
Kades Kohod dan Tiga Orang Lainnya Jadi Tersangka Pemalsuan Sertifikat Tanah
Gufroni menjelaskan bahwa dalam proses penerbitan 180 bidang tanah oleh Kades Kohod, ia menerima imbalan sebesar Rp1,5 juta per meter di awal.
Setelah SHGB dan SHM diterbitkan, ia kembali mendapat keuntungan Rp20.000 per meter.
"Awalnya dia dapat Rp1,5 juta per meter sebagai pembayaran awal. Setelah sertifikat diterbitkan, dia mendapat tambahan Rp20.000 per meter," jelasnya.
Lebih lanjut, Gufroni mengungkapkan bahwa kasus ini tidak hanya melibatkan Kades Kohod, tetapi juga melibatkan 16 kepala desa lainnya yang ikut serta dalam penerbitan sertifikat tanah di sepanjang perairan pagar laut tersebut.
"Hanya saja, Desa Kohod menjadi proyek percontohan dalam skema besar untuk mengkapling lautan. Karena Desa Kohod sudah berhasil menerbitkan SHGB dan SHM untuk 180 bidang tanah, ke-16 kepala desa lainnya pun mengajukan permohonan serupa ke BPN Kabupaten Tangerang," tambahnya.
Atas kasus ini, LBHAP PP Muhammadiyah merekomendasikan agar penyidik Bareskrim Polri menelusuri aliran dana yang terlibat dalam pemalsuan SHGB dan SHM tersebut.
"Itu yang perlu diperiksa, apakah Arsin bersedia menjadi justice collaborator melalui pengacaranya. Jika dia mengajukan diri sebagai justice collaborator, maka dia bisa mengungkap semua pihak yang terlibat, modus operasinya, serta aliran dananya. Jika permohonannya diterima, ancaman hukumannya bisa lebih ringan, dan dia juga bisa mendapatkan perlindungan dari LPSK," papar Gufroni.
Di sisi lain, Kades Kohod, Arsin bin Arsip, mengklaim dirinya adalah korban dalam kasus penerbitan SHGB dan SHM pagar laut yang menyeret namanya.
Pernyataan tersebut ia sampaikan dalam klarifikasi menyusul sorotan publik atas kasus pagar laut sepanjang 30,16 kilometer di perairan pesisir pantai utara (Pantura) Kabupaten Tangerang.
"Saya ingin menyampaikan bahwa saya juga menjadi korban dari perbuatan pihak lain," ujar Arsin.
Ia mengaku bahwa keterlibatannya dalam kasus SHGB dan SHM ini terjadi akibat kurangnya pemahaman mengenai penerbitan surat kepemilikan tanah, yang akhirnya berujung pada penerbitan sertifikat tanah.
Meski demikian, ia menyatakan bahwa kejadian ini akan menjadi pelajaran berharga dan bahan evaluasi bagi perangkat Desa Kohod ke depannya.
[Redaktur: Rinrin Kaltarina]