Sementara, dalam simulasi kedua dengan skenario mengusung Airlangga, perolehan suara Golkar hanya naik dua persen menjadi 13 persen. Tetap di bawah PDIP dan Gerindra.
Suara Golkar juga tidak beranjak dan stagnan di angka 11 persen jika mengusung Erick Thohir. PDIP tetap di atas, disusul Gerindra.
Baca Juga:
Prabowo Subianto: Kerja Sama dalam Pemerintahan Pasca Pilpres 2024
Namun, perolehan suara Partai Beringin melonjak signifikan jika mengusung Ganjar. Elektabilitas Golkar naik hingga 17 persen atau naik 6 persen dari semula 11 persen. Skenario Ganjar maju lewat Golkar juga mengubah peta elektabilitas partai lain secara umum.
Dalam skenario itu, Gerindra menjadi yang teratas dengan elektabilitas mencapai 20 persen, mengalahkan PDIP di posisi kedua dengan 18 persen. PDIP hanya selisih 1 persen dengan Golkar di posisi ketiga.
"Yang tadinya PDIP itu almost untouchable. Tapi begitu Ganjar pergi ke Golkar, berbondong-bondong ikut, membuat PDIP seimbang dengan Gerindra, bahkan Gerindra agak sedikit di atas," kata Saiful.
Baca Juga:
Ganjar Jadi Oposisi, Budiman Sudjatmiko: Kalau Individu Itu Kritikus
Menurut Saiful, angka itu menunjukkan tingginya elektabilitas PDIP di beberapa survei nasional selama ini tak bisa dipisahkan dari pengaruh Ganjar. Buktinya, suara partai tersebut turun jika Ganjar maju dari partai lain.
Oleh karena itu, Saiful mewanti-wanti untuk menjaga kadernya tersebut agar tak sampai maju dari partai lain. Dia meyakini Ganjar masih terbuka maju dari partai lain jika tak diusung PDIP di Pilpres 2024.
"Ganjar ini orang terbuka kemungkinan. Apalagi kalau ada yang memberikan kejelasan yang meyakinkan. Bisa saja ganjar tidak maju dari PDIP," katanya.