Dalam
forum yang sama, Akademisi Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta, Djaka Badranaya, mengatakan, dalam beberapa kasus, pengusaha saat ingin mendirikan
usaha harus menghadapi LSM atau ormas tertentu yang berorientasi pada
keuntungan kelompoknya, bukan kepentingan masyarakat.
"Beberapa
ormas di perkotaan merasa memiliki peran di suatu wilayah. Ketika pengusaha
ingin bangun usaha di wilayah itu, mereka harus berhadapan dengan ormas,"
katanya, yang dalam diskusi daring ini berperan sebagai moderator.
Baca Juga:
MK Putuskan Libur 1 untuk 6 Hari dalam UU CiptaKerja Bertentangan dengan UUD
Djaka pun
meminta San Afri untuk merespon fenomena itu, mengingat dalam RPP turunan dari
UU Cipta Kerja tersebut, masyarakat dan LSM tetap dilibatkan dalam proses
Amdal.
San Afri
tidak membantah adanya fenomena itu. Misalnya, saat pemrakarsa menyusun dokumen
Amdal dengan melibatkan masyarakat, dalam beberapa kasus, ormas-ormas tertentu
itu datang memanfaatkannya.
Menurutnya,
tidak semua ormas itu demikian. Ada juga ormas yang memiliki ideologi sendiri
dan harus didengar.
Baca Juga:
Capres Nomor Urut 1 Anies Baswedan: Kaji Ulang Omnibus Law Jika Terpilih
San Afri
menegaskan, tujuan dari pelibatan masyarakat yang terdampak langsung dalam
penyusunan dan penilaian Amdal itu penting, agar prosesnya partisipatif.
"Amdal
itu prosesnya wajib partisipatif. Oleh karena itu masyarakat harus terlibat,"
tegasnya.
Dalam RPP
Pelaksanaan UU Cipta Kerja bidang PPLH, tidak semua perizinan usaha
mengharuskan persyaratan Amdal.