Itu bukan pengalaman pertamanya dalam mengajar. Semenjak masa kuliahnya di UI, Teruna juga mengemban sampingan menjadi pengajar di sebuah lembaga bimbingan belajar. Ia mengajar di kawasan Prambors yang kala itu cukup terkenal.
“Setelah tahun kedua di UI saya jadi banyak kenal dengan orang. Ada satu teman saya orang pintar fisika, dia senior saya. Dia yang ngajak saya untuk ngajar di bimbingan itu. Jadi saya cukup terkenal di bimbingan itu. Orang Prambors juga jadi kenal. Prambors kan terkenal zaman dulu kan. Jadi waktu itu kita masih muda jadi merasa keren,” ungkapnya sambil tertawa.
Baca Juga:
Arnod Sihite Dilantik Ketua Umum PTSBS Periode 2024-2029: Ini Daftar Lengkap Pengurusnya
Selesai program Ph.d pada Mei 1986, Teruna menikahi pujaan hatinya. Perempuan asal Kansas City, Missouri yang saat itu juga lulus dari program S2 di universitas yang sama.
Teruna menerangkan, ketika sudah menyelesaikan Ph.d, seseorang yang ingin menjadi profesor harus melanjutkan ke jenjang yang disebut post-doctoral atau pasca-doktoral. Namun jika ingin melanjutkan karier untuk bekerja di industri, bisa dengan membawa gelar Ph.d tersebut.
Teruna sempat bimbang saat itu dalam memilih langkah di depannya.
Baca Juga:
Arnod Sihite Resmi Pimpin Parsadaan Toga Sihite Boru Sedunia, Fokus Lestarikan Budaya Batak pada Generasi Muda
“Waktu itu saya engga tau mau kerja di perusahaan, ambil post-doctoral atau mau pulang Indonesia bersama istri gitu. Karena dari awal mimpi saya ingin mengajar, jadi saya ambil post-doctoral di University of California. Untuk mendapatkan pengalaman banyak juga lah."
"Jadi setelah kami lulus itu, kami menikah, siapin bawaan, dan langsung pergi untuk lanjut post-doctoral,” jelasnya.
Di awal jenjang pasca-doktoral yang ia lakukan, Teruna dan keluarga kecilnya sempat menghadapi situasi ekonomi yang sulit. Ia mengungkapkan saat itu di akhir 1980an, ekonomi di AS sedang menurun.
Biaya hidup di Santa Barbara saat itu juga disebut Teruna cukup mahal. Ditambah, sulit bagi orang asing untuk menjadi profesor kala itu. Hal ini membuat Teruna memutuskan untuk pindah dan melanjutkan pasca-doktoralnya di tempat lain.