“Zaman itu 80an akhir ekonomi AS sangat down. Lalu anak saya pertama juga lahir di Santa Barbara. Waktu itu Gaji saya di post-doctoral itu sangat minim. Istri saya juga harus kerja waktu itu."
"Biaya sewa apartemen juga sangat mahal di sana. Tapi karena punya anak, kita engga bisa nunggu terlalu lama di sini. Tabungan kami juga hampir habis. Jadi ya pilihannya dua, kita dapat kerjaan baru atau saya pindah ke post-doctoral lain yang gajinya lebih besar,” terang Teruna mengenang masa sulitnya.
Baca Juga:
Arnod Sihite Dilantik Ketua Umum PTSBS Periode 2024-2029: Ini Daftar Lengkap Pengurusnya
Teruna selama beberapa kali pindah dari satu tempat ke tempat lainnya semenjak itu. Ia sempat diterima dan bekerja di Burnham Institute di San Diego selama dua tahun, lalu perusahaan farmasi Sterling Winthrop selama dua tahun lebih.
Di akhir masa kerjanya di Sterling Winthrop, Teruna mengungkapkan bahwa ada masalah internal perusahaan yang membuatnya tidak nyaman bekerja sebagai peneliti di sana.
“Saya di sana jadi research scientist juga. Terus ada masalah internal politik lah di sana, yang bikin saya not so happy di divisi scientific nya. Walaupun saat itu saya dapat projek yang sangat bagus, tapi rasanya engga enak gitu. Engga nyaman bekerja,” ungkapnya.
Baca Juga:
Arnod Sihite Resmi Pimpin Parsadaan Toga Sihite Boru Sedunia, Fokus Lestarikan Budaya Batak pada Generasi Muda
“Terus istri saya bilang ‘kamu kan selalu ingin mengajar. Kenapa kamu engga post-doc sambil ngajar aja?’ Dari situ saya langsung cari tempat kerja baru agar bisa sambil mengajar,” imbuhnya.
Pada 1980 akhir, istri Teruna sedang membaca sebuah majalah kimia yang mereka terima setiap dua bulan sekali. Lalu ia menemukan sebuah lowongan di Kansas University yang membutuhkan asisten profesor di bidang kimia farmasi. Tentu itu bidang yang sangat sesuai bagi Teruna.
Dari situ ia langsung mengirimkan lamarannya ke sana dan langsung diterima.