WahanaNews.co, Jambi - PT Lestari Asri Jaya (LAJ) mendapatkan izin IUPHHK-HTI berdasarkan SK 430/menhut.II/2006 tanggal 29 Agustus 2006 dengan luas 61.459 Ha yang terletak dibeberapa kecamatan di Kabupaten Tebo, Provinsi Jambi dengan Komoditi Karet.
PT LAJ adalah salah satu anak Perusahaan Royal Lestari Utama, perusahaan ini dibentuk pada tahun 2015 hasil patungan antara RLU dan Michelin Group, Michelin Group sendiri merupakan Produsen ban terbesar asal prancis, dalam rilisnya pada 18 Mei 2015 dikatakan PT RLU dibuat untuk memproduksi karet alam yang ramah lingkungan, Perkebunan di Jambi itu ditargetkan menghasilkan karet alam sekitar 80 ribu ton per tahun.
Baca Juga:
Puluhan Massa Datangi Kantor Nakertrans Tanjab Timur Terkait Sengketa Lahan dengan PT Kaswari Unggul
Proyek ini akhirnya akan menciptakan lebih dari 16 ribu lapangan kerja baik secara langsung maupun tidak langsung, Proyek karet ini mendapat suntikan dana baru tiga tahun kemudian. Pada 26 Februari 2018, dikatakan TLFF-proyek kemitraan antara UNEP, World Agroforestry Centre, ADM Capital, dan BNP Paribas-menyalurkan obligasi berkelanjutan senilai US$ 95 juta untuk mendanai PT RLU dalam program pengendalian iklim, ramah satwa liar, dan produksi karet alam yang inklusif secara sosial, kemudian pada Juli 2022, Michelin mengakuisisi RLU sebagai pemegang saham tunggal.
Namun sampai saat ini PT LAJ tidak memberikan dampak yang signifikan bagi masyarakat maupun Pemerintah Daerah Provinsi Jambi, Lapangan Pekerjaan yang ditargetkan 16 Ribu tidak terlaksana bahkan PT LAJ tidak memiliki Pabrik Pengolahan Karet menjadi Barang Jadi di Provinsi Jambi, malah Hasil Karet tersebut dikirim ke Samarinda untuk diolah disana.
Berdasarkan sejarah, Konsesi PT LAJ sendiri merupakan Eks izin HPH PT Industries et Forest Asiatuquest (PT IFA), yaitu perusahaan kayu yang memiliki izin kurang lebih 100.000 Hektare dan berakhir tahun 2007, namun pasca reformasi perusahaan tersebut tidak beroperasi.
Baca Juga:
Dewi Maya Tanjung tidak Kooperatif dalam Gelar Perkara Sengketa Lahan Area 88, di Mapolda Riau
Pada fase tahun 1996 – 2006 pasca tidak beroperasinya PT IFA,lahan tersebut banyak dibuka dan dimanfaatkan oleh para petani penggarap, hal ini dipermudah karena terbukanya akses dengan dibuatnya jalan koridor oleh salah satu perusahaan pemegang izin HTI sebagai sarana pengangkutan kayu.
Seiring jalan dengan dalil penertiban, PT LAJ menggunakan cara – cara licik untuk mengambil alih lahan masyarakat, mulai dari menawarkan tali asih, skema kemitraan sampai melakukan penggusuran dengan proses kriminalisasi. Rekam Jejak kriminalisasi yang dilakukan oleh PT LAJ cukup Panjang, ada puluhan orang yang sudah menjadi korban jeruji besi bahkan ada yang sampai meninggal.
Setelah lama tidak terdengar proses kriminalisasi tersebut, pada akhir tahun 2024 LAJ kembali PT LAJ melakukan Upaya Kriminalisasi terhadap para Petani yang sudah menggarap terlebih dahulu sebelum ada izin PT LAJ.