Padahal, berdasarkan survei yang dilakukan Program for International Student Assessment (PISA) yang dirilis Organization for Economic Co-operation and Development (OECD) pada 2019, Indonesia menempati peringkat ke 62 dari 70 negara, atau merupakan 10 negara terbawah yang memiliki tingkat literasi rendah.
Programme for International Student Assessment (PISA) diinisiasi oleh Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD). PISA adalah studi untuk mengevaluasi sistem pendidikan yang diikuti oleh lebih dari 70 negara di seluruh dunia.
Baca Juga:
Sepanjang 2024, KPK Klaim Selamatkan Aset Negara Rp677,5 Miliar
Setiap 3 tahun, murid-murid berusia 15 tahun dari sekolah-sekolah yang dipilih secara acak, menempuh tes dalam mata pelajaran utama yaitu membaca, matematika dan sains.
Sementara UNESCO menyebutkan minat baca masyarakat Indonesia hanya 0,001persen. Artinya, dari 1.000 orang Indonesia hanya 1 orang yang gemar membaca.
Hasil riset berbeda bertajuk World’s Most Literate Nations Ranked yang dilakukan Central Connecticut State Univesity pada Maret 2016, Indonesia dinyatakan menduduki peringkat ke-60 dari 61 negara soal minat membaca
Baca Juga:
Pemerintah Kaji Kebijakan Pembelajaran Coding dan Evaluasi Kebijakan Zonasi PPDB
Data di atas menunjukkan persoalan literasi masih menjadi hal yang harus dibenahi di Indonesia. Padahal, buku memegang peranan sangat vital bagi kehidupan manusia. Hanya bangsa dengan minat baca yang tinggi menjadi prasyarat menuju masyarakat informasi yang merupakan ciri dari masyarakat modern.
Sumber daya manusia (SDM) yang mumpuni sangat diperlukan di tengah globalisasi akibat revolusi teknologi terutama di bidang informatika.
Oleh karenanya, kebijakan Kemendikbudristek baru-baru ini untuk menggenjot program literasi tepat sekali. Tetapi di samping literasi yang bersifat khusus terkait disiplin ilmu tertentu, idealnya Kemendikbudristek memiliki tema utama yang perlu diprioritaskan sebagai program literasi.