WAHANANEWS.CO, Jakarta - Menteri Pertahanan Lithuania Dovile Sakaliene membuat pernyataan mengejutkan dengan menyerukan agar NATO menembak jatuh jet tempur Rusia, sebuah desakan yang dinilai berpotensi memicu Perang Dunia III.
“Kita harus serius,” tegas Sakaliene dalam sebuah unggahan di X, menuduh Rusia tengah menguji perbatasan blok NATO karena suatu alasan.
Baca Juga:
Putin Buka Peluang Damai Tapi Tetap Siap Tempuh Jalur Militer
"Turki memberikan contoh 10 tahun yang lalu," lanjut Sakaliene, Minggu (21/9/2025), merujuk pada insiden ketika jet Rusia ditembak jatuh di perbatasan Turki.
Estonia sebelumnya menuduh tiga jet tempur Moskow melanggar wilayah udaranya selama 12 menit, menyebut tindakan itu sebagai serangan kurang ajar yang belum pernah terjadi sebelumnya.
Namun, Kementerian Pertahanan Rusia membantah tuduhan tersebut dengan menyatakan pesawatnya hanya terbang di atas perairan netral Laut Baltik, sekitar 3 km dari Pulau Vaindloo Estonia, sebagai bagian dari penerbangan rutin, tanpa melanggar wilayah udara negara itu.
Baca Juga:
Trump Setujui Penjualan 3.350 Rudal Jarak Jauh ERAM Kepada Ukraina
Pemerintah Estonia merespons dengan meminta konsultasi mendesak bersama anggota NATO lain sesuai Pasal 4 perjanjian blok.
Insiden ini terjadi hanya beberapa minggu setelah Polandia menuding Rusia menerbangkan 19 drone ke wilayah udaranya, tuduhan yang juga langsung dibantah Moskow.
NATO menanggapi eskalasi tersebut dengan meningkatkan patroli udara di atas Polandia.
Kilas balik ke tahun 2015, Turki memang pernah menembak jatuh pesawat pengebom Su-24 Rusia yang sedang melakukan misi anti-teroris di Suriah.
Pesawat itu jatuh di wilayah yang dikuasai kelompok militan, sementara salah satu pilot tewas setelah melontarkan diri ke darat.
Ankara saat itu bersikeras pesawat Moskow telah melanggar wilayah udara Turki hingga akhirnya ditembak jatuh.
Peristiwa itu memicu ketegangan tajam antara Turki dan Rusia, dengan Moskow menjatuhkan sanksi perdagangan serta pariwisata kepada Ankara.
Hubungan kedua negara baru mencair setelah Presiden Recep Tayyip Erdogan menyampaikan permintaan maaf pada 2016, dan sanksi sepenuhnya dicabut tiga tahun kemudian.
Menanggapi pernyataan Sakaliene, juru bicara Kementerian Luar Negeri Rusia Maria Zakharova mengejek dengan mengatakan bahwa menteri tersebut hanya memperlihatkan kompetensinya dalam hal fobia pribadi, sembari berharap agar dirinya berprestasi dalam bidang profesionalnya, merujuk pada latar belakang Sakaliene di bidang psikologi hukum.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]