WAHANANEWS.CO, Jakarta - Ketegangan geopolitik di Timur Tengah kembali mendidih setelah Iran melancarkan serangan balasan terhadap Israel.
Serangan tersebut bukan hanya menewaskan belasan warga Israel, tetapi juga menimbulkan konsekuensi besar terhadap jalur diplomatik yang selama ini dijaga rapuh oleh berbagai pihak, termasuk Amerika Serikat.
Baca Juga:
Serangan Israel Tewaskan Petinggi Militer Iran, Konflik Teluk Kian Membara
Di tengah suasana panas ini, analis dari Teheran menyatakan bahwa babak diplomasi tampaknya telah berakhir, setidaknya untuk sementara waktu.
Analis politik Iran, Hamidreza Gholamzadeh, menyebut bahwa pascaserangan Israel beberapa hari lalu, Teheran tidak lagi memandang diplomasi sebagai jalur damai yang efektif.
Kepada Al Jazeera, direktur lembaga pemikir DiploHouse ini menyampaikan bahwa upaya negosiasi dengan AS sebelumnya dimaksudkan untuk mencegah konflik dan membuka jalan bagi pencabutan sanksi.
Baca Juga:
Gawat! Iran Ancam Tutup Selat Hormuz, Harga Minyak Melonjak Tajam
“Namun, hal itu tidak berjalan sesuai rencana,” ujar Gholamzadeh.
Ia menegaskan bahwa aliansi antara Amerika Serikat dan Israel telah merusak fondasi diplomasi. “Saya tidak yakin negosiasi tersebut dapat dilanjutkan, setidaknya dalam waktu dekat,” ujarnya.
“Dengan posisi yang diambil Amerika sejauh ini, terbukti bahwa negosiasi merupakan bagian dari strategi dengan Israel … mereka telah bekerja sama.”
Menurut Gholamzadeh, serangan Israel ke berbagai fasilitas energi dan infrastruktur lainnya di Iran justru menjadi bumerang. Bukannya menciptakan keresahan, serangan itu malah menyatukan rakyat Iran.
“[Netanyahu] telah melakukan kebaikan besar bagi Iran… Hasil dari serangan tersebut adalah persatuan yang signifikan di antara warga Iran,” katanya.
Ia menekankan bahwa situasi dalam negeri Iran memang penuh tantangan, namun rakyat melihat isu ini melampaui politik.
“Semua orang mengatakan ini bukan tentang Republik Islam, ini bukan tentang pemerintah, ini bukan tentang kaum reformis… Ini hanya tentang Iran secara keseluruhan.”
Gholamzadeh juga mengingatkan bahwa masyarakat Iran telah mengalami berbagai tekanan selama hampir lima dekade, termasuk perang delapan tahun melawan Irak era Saddam Hussein.
"Pada saat itu, kondisi negara jauh lebih lemah dari sekarang. Sekarang benar-benar berbeda,” tandasnya.
Sementara itu, CNN melaporkan bahwa jumlah korban tewas di Israel akibat serangan Iran meningkat menjadi 13 orang, termasuk tiga anak.
Pemerintah Israel juga melaporkan sedikitnya 380 orang luka-luka, sembilan di antaranya dalam kondisi serius. Total lebih dari 200 peluncuran roket terjadi semalam, dan 22 lokasi terdampak berhasil diidentifikasi.
Dari sisi Iran, Menteri Luar Negeri Abbas Araghchi menyatakan bahwa Teheran sebenarnya tidak menginginkan konflik meluas menjadi perang kawasan, “kecuali jika dipaksakan kepada kami.”
Ia menegaskan bahwa Iran siap melanjutkan perundingan nuklir dengan Amerika Serikat, namun serangan Israel telah memupuskan peluang itu.
“Jelas sekali bahwa rezim Israel tidak menginginkan kesepakatan apa pun terkait isu nuklir; tidak menginginkan perundingan, dan tidak menginginkan diplomasi,” tegas Araghchi dalam pertemuan dengan para duta besar asing.
Menurutnya, serangan terhadap Iran saat proses negosiasi nuklir sedang berjalan adalah bukti nyata bahwa Israel menentang semua bentuk diplomasi.
Ia menambahkan bahwa target serangan Iran terhadap Israel adalah infrastruktur militer dan ekonomi. Namun, ia mengkritik balik serangan Israel yang menyasar fasilitas petrokimia Iran karena dapat memicu konflik kawasan yang lebih luas.
“Kami tidak ingin memperluas perang ini ke negara lain atau kawasan ini kecuali jika dipaksakan kepada kami,” tegasnya.
Presiden AS Donald Trump sendiri menyatakan bahwa Amerika tidak terlibat dalam serangan terhadap Iran pada malam sebelumnya.
Lewat unggahan di Truth Social, Trump menulis, “Jika kita diserang dengan cara apa pun, bentuk atau wujud apa pun oleh Iran, kekuatan penuh dan kekuatan Angkatan Bersenjata AS akan menyerang Anda pada tingkat yang belum pernah terlihat sebelumnya.”
Namun Araghchi menyambut pernyataan itu dengan skeptis.
“Dari sudut pandang kami, agresi (Israel) terhadap Republik Islam Iran tidak mungkin terjadi tanpa persetujuan dan dukungan Amerika Serikat,” katanya, sambil mengklaim bahwa Teheran memiliki “bukti kuat” tentang keterlibatan AS, meskipun ia tidak menyebutkan apa bentuk buktinya.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]