Pada saat yang sama, ada tekanan untuk mengamankan akses ke pasar China ketimbang menghadapi risiko keamanannya. Pemimpin politik dan pelaku bisnis cenderung tidak mau menantang China secara terbuka.
"Pendulum memang berayun sangat jauh ke arah kepentingan ekonomi dan komersial," kata Nigel Inkster.
Baca Juga:
Hubungan Politik dan Ekonomi Indonesia-China
Intelijen China sudah terlibat spionase industri sejak 2000-an, namun perusahaan Barat cenderung membiarkannya karena khawatir membahayakan posisi mereka di pasar China.
Tantangan lain adalah pola kerja mata-mata China yang berbeda dari Barat, membuatnya sulit dikenali dan dihadapi.
Seorang mantan mata-mata Barat pernah menyebut China melakukan "jenis mata-mata yang salah".
Baca Juga:
CIA Datangi Prabowo di AS, Ada Apa di Balik Pertemuan Misterius dengan Presiden Indonesia?
Maksudnya, Barat fokus mengumpulkan intelijen untuk memahami musuh, sementara China lebih memprioritaskan melindungi stabilitas rezim dengan memperoleh teknologi Barat untuk mendorong pertumbuhan ekonomi.
Mata-mata China bahkan membagi informasi dengan perusahaan negara, sesuatu yang tidak dilakukan badan intelijen Barat.
"Badan kami lebih sibuk dari 74 tahun sejarah," ungkap kepala Asio Australia. Ia mengakui negara-negara Barat lambat memahami ancaman ini. "Secara kolektif, kita telah melewatkannya."