Di sisi lain, Petro melancarkan tudingan keras bahwa Trump tidak berbicara soal demokrasi maupun krisis iklim, melainkan justru memberi ruang bagi kekerasan.
"Trump tidak berbicara tentang demokrasi, ia tidak berbicara tentang krisis iklim, ia tidak berbicara tentang kehidupan, ia hanya mengancam dan membunuh serta membiarkan puluhan ribu orang terbunuh," ucap Petro.
Baca Juga:
Dari AFP Hingga Times of Israel, Media Asing Soroti Solusi Perdamaian Prabowo di PBB
Ia menekankan bahwa genosida merupakan kejahatan internasional yang harus dilawan tanpa kompromi, sembari mengingatkan bahwa tidak ada ras atau bangsa yang lebih unggul dari yang lain.
"Tidak ada ras yang unggul, Tuan-tuan. Tidak ada umat pilihan Tuhan. Bukan Amerika Serikat atau Israel. Fundamentalis sayap kanan yang bodoh berpikir demikian. Umat pilihan Tuhan adalah seluruh umat manusia," kata Petro.
Ia pun menutup pidatonya dengan menuding Trump harus diselidiki karena memberi perintah penyerangan yang menargetkan kaum muda miskin tak bersenjata di lepas pantai Venezuela, sementara bos-bos kartel narkoba tetap hidup nyaman di AS.
Baca Juga:
Keputusan Bersejarah: Inggris Akui Kedaulatan Palestina di Tengah Krisis Gaza
"Proses pidana harus dimulai terhadap para pejabat yang berasal dari AS, termasuk pejabat senior yang memberi perintah, Presiden Trump," pungkas Petro.
Gustavo Petro sendiri dikenal sebagai tokoh kiri pertama yang berhasil menjabat Presiden Kolombia setelah menang dalam pemilihan umum 2022.
Ia sebelumnya aktif dalam kelompok gerilya Marxis M-19 dan sempat dipenjara pada 1985, sebelum kemudian terjun ke politik formal sebagai anggota DPR Kolombia pada 1991 dan menjadi senator pada 2018.