Pada acara peringatan Hari Hemofilia Sedunia 2022 HMHI (26/4), Sekretaris Direktorat Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan RI Dita Novianti Sugandi Argadiredja menyatakan, pemerintah mempertimbangkan aspek benefit, efektivitas, khasiat, dan aspek-aspek lainnya dalam upaya memperluas akses pengobatan.
Rencana pemerintah tersebut perlu segera terealisasi agar sejalan dengan kebutuhan pasien akan adanya terapi profilaksis hemofilia yang terbukti efektif secara klinis maupun ekonomis.
Baca Juga:
BPJS Kesehatan Jayapura Pastikan Semua Pemeriksaan Kesehatan Jiwa Bisa Diakses Peserta JKN
Orangtua pasien hemofilia, Icha mengatakan, terapi profilaksis dengan obat inovatif sangat dibutuhkan anaknya yang mengidap hemofilia gejala berat. Kondisi tersebut memaksa anaknya harus membatasi aktivitas sehari-hari. Hal itu berlangsung hingga anaknya sempat mendapatkan terapi profilaksis.
"Setelah anak saya menggunakan obat profilaksis inovatif itu tidak ada perdarahan dan keluhan apa pun. Dia jadi sehat seperti anak lain yang tidak memiliki hemofilia," kata Icha.
Icha menambahkan, anaknya bisa berolahraga dan aktivitas fisik yang berat berkat terapi tersebut. Terapi tersebut juga dinilai sangat efektif untuk anaknya. Karena penyuntikan hanya dilakukan selama satu kali untuk satu bulan.
Baca Juga:
BPJS Kesehatan Anugerahkan Penghargaan Istimewa bagi Jurnalis dan Media Massa
Ia berharap, pengobatan ini segera bisa ditanggung oleh pemerintah yaitu BPJS sehingga anaknya, dan juga seluruh pasien hemofilia di Indonesia, bisa menikmati terapi yang lebih efektif.
Masuknya terapi profilaksis inovatif ke dalam jaminan JKN akan meningkatkan kualitas hidup pasien hemofilia. Studi membuktikan terapi profilaksis hemofilia dengan obat inovatif dapat memberikan kontribusi penghematan untuk JKN.
Untuk mewujudkan rencana perluasan akses pengobatan hemofilia, pemerintah perlu menerapkan terapi profilaksis hemofilia yang telah terbukti secara klinis dan ekonomis ke dalam skema JKN.