Dalam pelaksanaannya, Tubagus membiarkan PT EPP tidak menjalankan pekerjaan sesuai kontrak. Ia juga tidak melakukan pengawasan terhadap lokasi pembuangan sampah, yang ternyata tidak sesuai dengan standar Tempat Pemrosesan Akhir (TPA).
“Padahal sebagai PPK, tersangka memiliki kewenangan untuk memastikan bahwa pekerjaan dilakukan sesuai kontrak,” ujar Rangga.
Baca Juga:
Ada Hasil Keringat Masyarakat, MARTABAT Prabowo-Gibran: Penahanan Tersangka Korupsi Pengelolaan Sampah di Tangsel Jadi Warning bagi Seluruh Daerah
Meski pekerjaan tak sesuai ketentuan dan administrasi belum lengkap, Tubagus tetap menerbitkan Surat Perintah Membayar (SPM) dan mencairkan pembayaran secara penuh kepada PT EPP.
Atas perbuatannya, TAKP dijerat Pasal 2 ayat (1) jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Kasus ini bermula pada Mei 2024, saat Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Tangerang Selatan melakukan pengadaan jasa pengangkutan dan pengelolaan sampah dengan PT EPP sebagai penyedia.
Baca Juga:
Kasus Kelola Sampah Rp75,9 Miliar, Kadis Lingkungan Hidup Tangsel Jadi Tersangka Korupsi
Namun, hasil penyidikan menunjukkan adanya dugaan persekongkolan antara pihak DLH dengan PT EPP bahkan sebelum proses pemilihan penyedia dilakukan.
PT EPP sendiri diketahui tidak memiliki fasilitas, kapasitas, maupun kompetensi untuk menjalankan pekerjaan sesuai ketentuan yang berlaku.
Sebelumnya, Kepala DLH Tangerang Selatan Wahyunoto Lukman telah lebih dulu ditetapkan sebagai tersangka dan langsung ditahan di Rumah Tahanan Pandeglang.